Hiburan

Safrina, Menolak Menyerah

Oleh : albertus indratno / Senin, 00 0000 00:00

Siapa bilang keterbatasan fisik jadi penghalang niat baik. Tengoklah Safrina Rovasita. Perempuan yang sejak kecil menderita cerebral palsy (CP) ini ternyata bisa menjadi guru. Dengan sabar dan telaten ia mengajari teman-temannya yang memiliki keterbatasan di SLB Yapenas, Sleman, Yogyakarta. 

Beberapa sumber menterjemahkan CP sebagai lumpuh otak.  Jenisnya pun bermacam-macam. Ada yang kaku (spastic). Biasanya para penderita mengalami kekakuan atau justru terlalu lemah. Sedangkan mereka yang tidak bisa mengontrol gerakan ototnya mengalami CP jenis athetoid. Bisa juga keduanya (kombinasi). Pada jenis hipotonis, anak-anak memiliki otot yang sangat lemah. Tubuhnya tampak "layu" dan seperti terkulai. Pada beberapa kasus, jenis ini berubah menjadi spastic atau athetoid. 

Penyebabnya pun beragam. Selain bayi lahir sebelum waktunya (prematur), kekurangan oksigen saat dalam kandungan, pendarahan di otak serta cacat tulang belakang ditengarai mengakibatkan kelumpuhan otak.

"Dulu saya ingin menjadi penulis. Tinggal di rumah" kata Safrina. Kata-katanya jelas. Namun, saat mengucapkan kalimat yang agak panjang, ia seperti kehabisan napas, "ngos-ngos-an." "Saat ketemu Imam semuanya berubah. Saya lebih dibutuhkan disini."

Imam. Usianya hampir 15 tahun. Ibunya meninggal. "Penyebabnya ngga jelas," kata Kholifatut Diniah, salah satu guru di SLB Yapenas. "Mendadak waktu ngeloni Imam."  Saat ini Imam hanya bisa duduk di kursi roda. Air liurnya terus menetes. Safrina telaten membersihkannya. Handuk kecil selalu ada di pangkuan Imam.

Dulu Safrina menempuh pendidikan di SLB Bayeman. Suatu hari ia meminta buku pada ibunya. "Kamu mau buku apa," katanya menirukan ucapan ibunya. "Buku pelajaran seperti punya kakak." Tak disangka, Safrina bisa mengerjakan soal-soal di dalamnya. Setelah mengikuti beberapa ujian, akhirnya Safrina lulus dari SLB dan melanjutkan ke sekolah umum.

Kesedihan mendalam dialami saat di sekolah lanjutan atas. Ia tidak lulus. Sejak kecil ia tidak bisa menggenggam benda-benda kecil. Sedangkan saat ujian kelulusan, ada keharusan menghitamkan lembar jawaban menggunakan pensil. "Saat itu guru-guru tidak ada yang mendampingi," katanya. "Saya seperti dibiarkan."

Lalu, ia mengikuti ujian persamaan dan dinyatakan lulus. Karena nilai rapornya yang memuaskan ia pun diterima di Universitas Negeri Yogyakarta jurusan pendidikan luar biasa tanpa tes.

Hambatan hidupnya terus berlanjut. Saat kuliah tak semua dosen mengijinkannya membawa "pendamping." Tugas pendamping ialah membantu menulis di lembar jawaban. 

"Awalnya ya biar. Lah saya ini tidak bisa menulis jelas," katanya.  Ia pun menemui sang dosen meminta penjelasan. "Ternyata maksudnya baik agar saya bisa mandiri. Pak dosen itu lalu menyarankan saya pakai laptop."  Ketika lulus indeks prestasi kumulatif-nya 3.3. 

Saat ini Safrina aktif sebagai motivator bagi keluarga yang anak-anaknya menderita CP. "CP bukan kiamat," katanya. Selain itu, ia giat menulis tentang difabel di kolom opini surat kabar Kedaulatan Rakyat. 

"Sudah enam kali dimuat," katanya. 



0 Komentar

    Kirim Komentar


    jogjastreamers

    JOGJAFAMILY 100,2 FM

    JOGJAFAMILY 100,2 FM

    JogjaFamily 100,9 FM


    SWARAGAMA 101.7 FM

    SWARAGAMA 101.7 FM

    Swaragama 101.7 FM


    UNIMMA FM 87,60

    UNIMMA FM 87,60

    Radio Unimma 87,60 FM


    GERONIMO 106,1 FM

    GERONIMO 106,1 FM

    Geronimo 106,1 FM


    UNISI 104,5 FM

    UNISI 104,5 FM

    Unisi 104,5 FM


    SOLORADIO 92,9 FM

    SOLORADIO 92,9 FM

    Soloradio 92,9 FM SOLO


    Dapatkan Informasi Terpilih Di Sini