Upacara Adat & Festival Budaya

Merti Dusun Cerme

Dusun Srunggo, Desa Selopamioro, Bantul INDONESIA

Merti Dusun Cerme

Ulasan

Desa Selopamioro terletak 6 kilometer sebelah selatan ibukota Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul. Dari Kota Bantul, desa ini terletak di sebelah timur laut, kurang lebih 15 kilometer, dengan jarak tempuk 90 menit. Mata pencaharian penduduk Selopamioro adalah petani. Pada musim penghujan, mereka menamam padi dan pada musim kemarau, pada umumnya petani menanam tembakau dan hasilnya cukup terkenal dengan sebutan Tembakau Siluk.

Di wilayah Desa Selopamioro terdapat upacara adat yang diselenggarakan di pelataran Goa Cerme yang berada di dusun Srunggo I dan Srunggo II, disebut upacara Perti Dusun. Kata "perti dusun" berasal dari kata petri (memayu, memetri, memerti) yaitu mempercantik, memperindah, dan melestarikan.

Upacara adat ini berangkat dari legenda sejak zaman Hindia Belanda dulu. Konon, Baginda Raja Harnaya Rendra dari Kerajaan Giringlaya, sedang sedih karena musibah yang menimpa rakyat Nusantara. Gejolak alam yang maha dahsyat telah menimbulkan wabah penyakit, kekeringan, kelaparan di seluruh negeri. Tahun 387 Saka, atas nasehat punggawa, maka beliau meminta pertolongan pada Resi Hadidari dari Desa Ngandong Dadapan. Resi ini kemudian menyarankan agar seluruh penduduk desa membersihkan segala sesuatu dengan teliti pada awal tahun. Setelah itu, keadaan negeri menjadi membaik.

Berdasar legenda tersebut, masyarakat membuat upacara keagamaan yang disebut perti dusun, atau sedekah Bumi atau bersih dusun sebagai persembahan bagi penguasa pertama atau cikal bakal desa tersebut. Namun juga disebut-sebut berkaitan dengan Para Wali Sanga yang pertama kali memberi nama Goa Cerme. Berdasarkan mitos yang tersebar di masyarakat, Goa Cerme dahulu pernah digunakan sebagai tempat musyawarah Wali Sanga dalam pengembangan agama Islam di Jawa dan untuk pendirian Masjid Demak.

Para Wali memilih Goa Cerme untuk musyawarah karena di tempat inilah surban Wali ditemukan. Konon ketika Sunan Kalijaga pergi ke tanah suci untuk mengambil air Zam-zam, beliau teringat bahwa tanah leluhurnya di Jawa tidak dijumpai sumur zam-zam. Setelah memohon kepada Yang Maha Kuasa, Sunan Kalijaga melepas surban dan dicuci di air zam-zam dan kemudian surban itu dilempar ke arah tanah Jawa dengan harapan bahwa tempat yang kejatuhan surban tadi terdapat mata air yang disebut zam-zam.
Setelah pulang haji, Sunan Kalijaga mencari surban itu dengan berkeliling dari Jawa Timur hingga Jawa Barat dan menuju ke selatan hingga tiba di suatu goa di mana surban itu ditemukan. Awalnya goa tadi diberi nama Goa Cermin, tapi kemudian lebih dikenal dengan sebutan Goa Cerme.

Upacara Merti Dusun diselenggarakan di pelataran Paseban Goa Cerme yang diadakan setahun sekali dengan perhitungan penanggalan Jawa, yaitu Minggu Pahing dalam bulan Suro. Bila dalam bulan tersebut tidak terdapat hari Minggu Pahing, maka upacaranya diajukan pada bulan Besar yang jatuh pada hari Minggu Pahing. Biasanya upacara adat ini dilaksanakan pagi hari (09.00 WIB) dan selesai hingga siang hari.

Dahulu, upacara ini hanya diikuti oleh masyarakat Dusun Srunggo karena lokasi goa yang berada di dusun tersebut. Beberapa hari sebelumnya, masyarakat harus menyebelih seekor kerbau (yang dibeli dengan iuran warga) untuk lauk pauk upacara. Pada saat pelaksanaan, setiap kepala keluarga berangkat ke Goa Cerme dengan membawa nasi udhuk, lauk pauk dan daging kerbau. Dalam perkembangannya, upacara Merti Dusun ini penyelenggaranya digabung menjadi satu desa sehingga sifatnya menjadi umum, tidak eksklusif milik penduduk Dusun Srunggo saja.

Peralatan yang dipakai untuk membawa sesaji, awalnya, menggunakan jatingarang. Kemudian sekarang diubah dengan cara dipikul menggunakan jodhang. Khusus untuk tempat nasi udhuk, awalnya digunakan penaron dari tanah liat atau dengan tanggal dari anyaman bambu. Sekarang, masyarakat menggunakan besek dari anyaman bambu dan dos dari kertas untuk nasi dan lauk pauknya.

Sore hari sebelum upacara, masyarakat berdatangan ke Makam Srunggo untuk berdoa dan tabur bunga. Setelah sholat Isya, diadakan tahlilan atau yasinan hingga larut malam. Bagi para perempuan, mereka memasak dan menyiapkan sesaji. Ada yang membuat golong, menata sesaji ke tempat jodhang, membuat takir, dan sebagainya.

Sesaji yang digunakan dalam upacara Merti Dusun di Goa Cerme ini mempunyai makna dan tujuan tersendiri, yaitu:
- Nasi Gurih atau Nasi Udhuk, adalah nasi yang dimasak dengan santan dan diberi bumbu garam,s alam, bawang, dan sebagainya sehingga menciptakan rasa gurih. Untuk sesaji, nasi ini tidak boleh dicicipi. Nasi tersebut digunakan sebagai persembahan untuk memohon safaat pada Nabi Muhammad SAW dan para leluhur yang telah wafat,
- Ayam Ingkung, adalah ayam jantan yang dimasak secara utuh dan diberi bumbu ketumbar, garam, gula merah, bawang merah, bawang putih, dan sebagainya. Ayam ini sebagai pelengkap Nasi Gurih yang melambangkan bahwa manusia ketika masih bayi belum mempunyai kesalahan dan pasrah kepada Yang Maha Agung,
- Jajan Pasar, terdiri dari kacang, lempeng, slondok, dan sebagainya. Jajan pasar ini mengandung makna agar masyarakat mendapat berkah bertepatan dengan upacara Merti Dusun,
- Pisang Sanggah, berupa pisang raja karena rasanya yang manis dan jumlahnya harus genap. Pisang tersebut sebagai persembahan pada Raja Mataram agar selalu melindungi para warga,
- Nasi Golong, adalah nasi biasa yang dibuat bulat seperti bola kasti. Nasi ini melambangkan lumakuning kebulatan tekad, rasa, karsa, dan cipta seluruh warga,
- Sekar Konyoh, terdiri dari bunga mawar, melati, dan sebagainya yang diberi parutan kunyit sebagai boreh. Keharuman bunga ini disenangi para dhanyang penunggu goa,
- Tumpeng Menggono, dilengkapi dengan sembilan butir telur ayam rebus. Tumpeng dilengkapi juga dengan sayur-sayuran yang bumbunya pedas (menggono) sebagai persembahan kepada para Sunan Wali Sanga,
- Nasi Liwet, dilengkapi dengan daun-daun turi, dadap srep, dan sebagainya yang dibungkus dengan selembar daun pisang. Daun-daun tersebut menjadi bahan pengganti kekurangan (samubarang lir kekiranganipun). Nasinya sendiri melambangkan permohonan keselamatan kepada Yang Maha Agung,
- Golong Luhut, adalah nasi yang dibuat seperti bola sebagai permohonan kepada Yang Maha Agung agar dihindarkan dari godaan roh jahat,
- Ndas Kebo, adalah kepala kerbau yang ditanam di goa agar diberi keselamatan dari Yang Maha Agung. Dahulu, kerbaunya harus yang berwarna putih dan tidak cacat,
- Tumpeng Robyong, adalah nasi tumpeng dan ditutupi dengan sayur-sayuran yang telah direbus. Tumpeng tersebut sebagai lambang manifestasi hidup manusia dan kosmologinya.

Setelah semua siap, semua sesaji dibawa ke pelataran Paseban Goa Cerme dengan urutan pembawa jodhang dan diikuti penduduk yang berpakaian adat dan membawa dua buah dos yang berisi sesaji. Acara utama di pelataran Paseban tersebut adalah berdoa bersama yang dipimpin oleh Kaum atau Rois setempat. Kemudian dilanjutkan dengan penanaman kepala kerbau yang dibungkus kain mori dengan dibantu oleh Juru Kunci. Setelah seluruhnya selesai, acara dilanjutkan dengan makan bersama atau dhahar kembul. Di pelataran juga diadakan hiburan rakyat berupa jathilan, salawatan, dan pada malam harinya digelar wayang kulit semalam suntuk.

jogjastreamers

JOGJAFAMILY

JOGJAFAMILY

JogjaFamily 100,9 FM


SWARAGAMA 101.7 FM

SWARAGAMA 101.7 FM

Swaragama 101.7 FM


GCD 98,6 FM

GCD 98,6 FM

Radio GCD 98,6 FM


RETJOBUNTUNG 99.4 FM

RETJOBUNTUNG 99.4 FM

RetjoBuntung 99.4 FM


SOLORADIO 92,9 FM

SOLORADIO 92,9 FM

Soloradio 92,9 FM SOLO


UNIMMA FM 87,60

UNIMMA FM 87,60

Radio Unimma 87,60 FM


Dapatkan Informasi Terpilih Di Sini