Upacara Adat & Festival Budaya

Rasulan Wukirsari

Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Bantul INDONESIA

Rasulan Wukirsari

Ulasan

Wukirsari merupakan salah satu desa di Kecamatan Imogiri. Wilayah Kecamatan Imogiri memiliki banyak peninggalan sejarah khususnya peninggalan bersejarah pada masa Islam seperti makam raja-raja Mataraman dan makam Giriloyo. Makam tersebut terletak di atas bukit dan oleh penduduk sering disebut dengan Gunung Girilaya.

Di atas gunung tersebut terdapat sebuah makam lama yaitu makam Panembahan Juminah yang hidup pada masa Pemerintahan Sultan Agung. Selain itu juga ada kuburan rakyat dan sebuah masjid lama. Menurut sejarahnya masjid Girilaya ini didirikan pada masa Hamengku Buwono I tahun 1788. Dengan demikian antara masjid dan makam diperkirakan makamnya lebih awal berdiri.

Di dalam makam, disemayamkan jasad Kanjeng Pangeran Juminah Putra Dalem Senopati, Kanjeng Pangeran Haryo Mangkubumi, Kanjeng Pangeran Harya Sokawati, Kanjeng Pangeran Martasana, Seda Timur, Kanjeng Ratu Hadi (Ibu Sultan Agung), Raden Tumenggung Haryawangsa, Putra Mangkubumi Seda Timur, Kanjeng Ratu Pangayom Garwo Dalem Tegalarum, Kyai Jurukiting, Ngabehi Ler, Pangeran Haryo Broto, Raden Adipati Banyuwangi, Tumenggung Hanggabai, Tumenggung Wiroguno dan Kanjeng Sultan Cirebon.

Upacara rasulan atau bersih dusun dimaksudkan untuk mengenalkan dan menghormati Kanjeng Pangeran Juminah yang merupakan Bapa Paman Sultan Agung dan Kanjeng Sultan Cirebon yang oleh penduduk dikenal sebagai penyebar agama Islam. Oleh sebab itu aktivitas upacara selalu berada di kompleks masjid.

Tujuan upacara Rasulan Wukirsari adalah mengungkapkan rasa terima kasih yang mendalam kepada Yang Maha Agung. Mereka merasa bahwa sang pencipta telah memberikan hasil panen yang cukup melimpah pada para petani selama satu tahun. Di samping itu, masyarakat dusun Cengkehan juga berharap agar panen-panen yang akan datang jauh lebih baik dari tahun kemarin. Mereka juga berharap agar dijauhkan dari godaan-godaan yang bisa menggagalkan panennya.

Upacara Rasulan ini dilaksanakan sesudah bulan purnama, sedang harinya berubah-ubah. Pada prinsipnya, dalam melaksanakan upacara, mereka mengambil pasaran Legi atau Wage menurut kalender Jawa. Adapun tempat upacara adalah di masjid Giriloyo, Imogiri.

Meskipun suasana Islami sangat mewarnai aktivitas upacara, namun juga tidak meninggalkan unsur-unsur sesaji meskipun sesaji yang bertentangan dengan agama mulai ditinggalkan. Adapun sesaji tersebut berupa:
- Nasi Ambeng dan lauk pauk, sebagai lambang permohonan kepada Yang Maha Agung agar arwah para leluhur diampuni,
- Nasi Tumpeng, sebagai tempat tinggal dewa atau makhluk yang sangat dihormati dan melambangkan seluruh pengharapan kepada Yang Maha Agung agar supaya permohonananya dapat terkabul,
- Nasi Gurih, sebagai lambang permohonan keselamatan dan kesejahteraan kepada Nabi Muhammad Saw beserta sahabat-sahabatnya serta bagi penyelenggara dan peserta upacara,
- Ingkung, sebagai lambang manusia yang masih bayi, belum mempunyai kesalahan atau masih suci, dan juga melambangkan kepasrahan pada Yang Maha Agung,
- Jadah, tumpak, gula jawa, pisang raja, kembang, boreh,
- Jajan Pasar, sebagai lambang harapan agar warga masyarakat dusun Cengkehan selalu memperoleh berkah dari Tuhan sehingga hidupnya selalu mendapatkan kelimpahan dalam mengerjakan sawahnya.

Di samping sesaji tersebut masih ditambah lagi dengan gunungan yang disediakan oleh warga RT masing-masing. Gunungan ini terbuat dari hasil bumi warga setempat berupa buah-buahan.

Sebelum puncak acara dimulai, diadakan berbagai kegiatan antara lain salawatan, rodat dan maulud. Kegiatan kesenian ini, selain menggunakan alat musik, juga dilengkapi dengan penari, jumlah personil kira-kira 20-30 orang. Di dalam kesenian tersebut selain merupakan hiburan tetapi juga ada bagian-bagian yang dianggap sakral. Maulud dan rodat dianggap sebagai bagian yang sakral karena tembang yang dilantunkan berisi puji-pujian yang mengagungkan nama Allah dan kebesaran Nabi Muhammad Saw khususnya sejarah Nabi.

Penari dalam kesenian ini dinamakan ledek. Tempat penampilan penari dibedakan, rodat dibangsal Majid, Maulud di serambi masjid. Kesenian itu tampil secara bergantian. Maulud ini merupakan kesenian yang dianggap suci, sedangkan slawat dianggap hiburan semata. Kadang-kadang dalam salawat diselipkan ajaran Pancasila.

Pada pagi harinya diadakan kenduri dengan besekan sambil minum dawet. Ujub kenduri dipimpin oleh seorang rais yang pada pokoknya memohon kepada Tuhan agar segala permohonannya juga diadakan tahlilan. Setelah acara pokok selesai, maka warga setempat mendapat nasi kenduri dalam besek lengkap dengan lauk-pauknya. Sisa dari makanan pesta dibagikan kepada fakir miskin.

jogjastreamers

JOGJAFAMILY

JOGJAFAMILY

JogjaFamily 100,9 FM


SWARAGAMA 101.7 FM

SWARAGAMA 101.7 FM

Swaragama 101.7 FM


ARGOSOSRO FM 93,2

ARGOSOSRO FM 93,2

Argososro 93,2 FM


GCD 98,6 FM

GCD 98,6 FM

Radio GCD 98,6 FM


MBS 92,7 FM

MBS 92,7 FM

MBS 92,7 FM


SOLORADIO 92,9 FM

SOLORADIO 92,9 FM

Soloradio 92,9 FM SOLO


Dapatkan Informasi Terpilih Di Sini