Upacara Adat & Festival Budaya
Rejeban Jatimulya
Dusun Gunung Kelir, Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo, Kulon Progo INDONESIA

Ulasan
Upacara Rejeban berpusat di bekas padepokan Puramanik, di Dusun Gunung Kelir, Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo, Kulon Progo. Padepokan tersebut terletak di lereng Gunung Kelir yaitu di bawah pohon Gondhangho, sehingga orang menyebut tempat tersebut dengan Gondhangho. Tradisi rejeban dilaksanakan sebagai ucapan syukur dan terimakasih masyarakat Jatimulyo kepada Tuhan atas segala kelimpahan keselamatan, ketentraman, keberhasilan dalam hal mata pencaharian (pertanian).
Waktu pelaksanaan pada bulan Jawa Rejeb bertepatan dengan hari Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon. Puncak acara dilaksanakan menjelang tengan hari sekitar pukul 11.00 WIB. Sesaji malam Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon merupakan sesaji untuk mengawali pelaksanaan rangkaian tradisi Rejeban dengan harapan agar pelaksanaan Rejeban dapat berjalan lancar dengan melakukan tirakatan di rumah keluarga Kertiokromo yang dihadiri oleh para warga yang tinggal di tujuh desa di Gunung Kelir.
Macam-macam sesaji berupa:
a. Panggang ayam, sebagai lambang pendekatan diri kepada Yang Maha Agung,
b. Tumpeng pitu, sebagai lambang hari yang berjumlah 7 (tujuh),
c. Golong Sajodho, sebagai lambang gumolonging, bersatunya tekad, rasa, karsa dan cipta warga,
d. Jenang Moncowarno, terdiri dari 7 (tujuh) macam; merah lambang keberanian, putih lambang kesucian, kuning lambang keagungan, hijau lambang pengharapan, slewah lambang dua hal, palang lambang penghalang, hitam lambang tujuan,
e. Sekar Telon, terdiri dari kanthil, mlati, mawar.
Sesaji inti yang disediakan adalah: Ayam panggang, Kupat lepet, Jenang Moncowarno, Golong sajodho, Tumpeng pitu, Sekar telon, dan Wedhus kendhit.
Semua sesaji kemudian ditempatkan dalam Jolen, wedhus kendhit dan sarana pendukung seperti jathilan, angguk, dll siap untuk arak-arakan menuju ke tempat upacara di Gondhangho. Sesampainya di Gondhangho, arak-arakan mengitari tempat upacara sebanyak tiga kali, dan sesaji dibawa masuk ke lokasi upacara.
Inti upacara dimulai dengan penyemelihan wedhus kendhit yang bertempat di bawah pohon Gondhangho, setelah disembelih kepala, kaki dan ekornya ditanam/dikubur dalam lubang penyembelihan, sedang badannya diambil dagingnya untuk dimasak. Daging ini akan dibagikan kepada seluruh warga dengan harapan bahwa dengan makan daging ini akan mendapat berkah, sedangkan penanaman kepala, kaki dan ekor kambing sebagai pasang sesaji/tolak bala yang ditujukan kepada pepundhen desa.
Dengan pasang sesaji masyarakat percaya bahwa akan terhindar dari segala gangguan, rintangan maupun bencana. Puncak acara dengan diakhiri doa dan ikrar yang disampaikan Rois dilanjutkan makan bersama dengan harapan akan mendapatkan berkah dari Tuhan. Setelah upacara sesaji selesai dilanjutkan pergelaran berbagai macam atraksi kesenian, ksenian yang selalu dipergelarkan yaitu tayub dan jathilan. Menurut kepercayan masyarakat pendukungnya bahwa pepundhen desa mempunyai kesenangan nanggap pertunjukkan tayub dan jathilan.