Seniman & Budayawan
Nasyah Djamin
Jl. Kadipiro No. 294 Rt 13 Rw 08 Yogyakarta INDONESIA 55182

Ulasan
Nasyah Djamin adalah seorang pelukis dan sastrawan kelahiran Perbaungan, Sumatera Utara pada tanggal 24 September 1924. Almarhum bernama asli Nooralamsyah dari ayah yang bernama Haji Djamin dari Padang dan ibu Siti Sini dari Painan. Ayahnya dahulu bekerja sebagai mantri pada jawatan candu.
Pendidikan Nasyah Djamin hanya sampai kelas 1 SMP. Ia mengalami masa kanak-kanak yang tidak begitu indah. Di sekolah dan di rumah, Nasyah dikenal sebagai anak yang pendiam. Namun sifatnya keras dan berani. Sifat pendiam inilah yang membuat Nasyah harus berteman dengan buku dan majalah yang dibacanya untuk membunuh rasa sepi.
Di bidang menggambar, sejak kecil ia sudah belajar menggambar dan rajin singgah pada pelukis jalanan, seperti Buyung Kethek yang membuatnya tergoda untuk menjadi pelukis. Bahkan, karena semangatnya, ia pernah mendapat nilai 10 untuk pelajaran menggambar dari gurunya di kelas VI, Ismail Daulay. Akan tetapi ketika duduk di MULO, Nasyah menjadi benci pada menggambar karena ia merasa terpaksa menggambar dengan ukuran tertentu dan perspektif.
Ia ingin bebas dalam menggambar. Ketika Perang Pasifik meletus dan Jepang masuk ke Medan, Nasyah meninggalkan bangku sekolah dan memilih bekerja menjadi kuli di lapangan terbang Polonia Medan. Siang hari ia berdagang dan malam harinya ia baru membaca buku dan melukis. Dalam masa prihatin inilah, Nasyah berhasil memetik hikmah dalam Peringatan Ulang Tahun Perang Asia, dengan memenangkan Juara I Lomba Pembuatan Poster Perang Asia. Hadiahnya kain wol 1 bal, beras 1 kwintal, dan sebuah topi vilt.
Kemudian pemerintah Jepang menariknya bekerja pada Bunka, sebuah kantor propaganda Jepang. Di sanalah ia bertemu dengan pelukis-pelukis Medan seperti Husein, Tino S, Saleh, dan Kamil. Nasyah pun sering dikirim ke desa-desa untuk melukiskan obyek yang dapat dijadikan alat propaganda seperti lukisan rakyat menanam jagung.
Di Bunka, Nasyah sempat bertemu dengan pelukis Jepang, Matsushita, kepala kantor Bunda dan sekaligus seorang sketser dan kartunis. Juga Jamashita, wakil kepala kantor Bunka, seorang pelukis impresionisme. Dari dua orang inilah, Nasyah mengenal pelukis Eropa seperti Van Gogh, Lautree dan aliran impresionisme Perancis seperti Picasso, Braque, Matisse, dan lainnya. Sebelumnya, pengetahuannya hanya sebatas Raden Saleh dan Basuki Abdullah.
Karya-karya Nasyah diselesaikan secara nyicil (pelan-pelan). Misalnya pada pagi hari ia membuat goresan dan kemudian ditinggalkannya untuk mengantar anak ke sekolah. Lalu ia mengetik novel dan kemudian baru menyiratkan sisi pribadinya yang pendiam dengan meneruskan goresan awal tadi hingga menjadi satu kesatuan utuh.