Seniman & Budayawan
Dipo Andi
Dusun Ngoto, JL. Imogiri, Bantul INDONESIA

Ulasan
Pada awalnya, Dipo sama sekali buta terhadap dunia seni rupa. Namun karena dorongan dari Agung Pekik ia pun mencoba untuk mendalami dunia senirupa dengan mendaftar sebagai mahasiswa Institut Seni Indonesia. Hingga saat ini, Dipo lebih banyak belajar seni dari lingkungan sekitarnya, bangku akademik hanya sedikit memberikan pengaruh pada dirinya. Ia mendalami seni tanpa beban dan berani mengaktualisasikan apapun melalui media rupa. Karya-karya Dipo sendiri secara personal lebih dimaknai sebagai pengungkapan suara-suara tentang diri, tidak ada batasan tertentu, tidak tersekat-sekat, namun masih terikat dalam kesatuan selera.
Pada tahun 1999, Dipo Andi meraih penghargaan Phillip Morris Art Award dalam lukisannya yang merupakan permainan seputar teks dengan menggunakan teknik screen. Dipo mengabungkan teks Proklamasi, Teks Supersemar, dan teks pengunduran diriĀ Presiden Soeharto. Hal tersebut merupakan pengalaman berkesan baginya, karena saat itu merupakan kali pertama ia dikenal masyarakat luas.
Dalam perjalannanya sebagai seorang pelukis, Dipo pernah merasa jenuh yang teramat sangat, bahkan sampai kehilangan kepercayaan terhadap dunia seni rupa. Ia merasa tidak ada sesuatu yang baru. Lukisan pun hanya menjadi barang komoditas bukan suatu karya seni. Namun pada akhirnya, perasaan tersebut hilang seiring dengan proses.
Berbagai pameran telah ia ikuti, antara lain pada April 1999, pameran Tunggal di Gelaran Budaya "Feminografi" dan tahun 2001, Pameran Tunggal di Museum Nasional Jakarta, 500 wajah anggota DPR yang bertepatan dengan masa kejatuhan Gus Dur.