Seniman & Budayawan

Noor Ibrahim

Gg. Nangka 30 Sangrahan, Sonosewu, Ngestiharjo, Kasihan, Bantul INDONESIA

Lelaki yang sering dipanggil Him ini pendidikan terakhirnya diselesaikan di Jurusan Seni Pahat, Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Di awal kariernya, ia menggunakan kayu sebagai media ekspresi. Patung kayunya tersebut tidak dibubuhi cat sebagaimana patung kayu karya pemahat-pemahat lainnya. Karya patung kayu pertamanya yang ia jual kepada sahabatnya ia beri judul Binatang Langka. Akan tetapi, temannya mengembalikan patung tersebut karena berlumut setelah lama diletakkan di luar rumah padahal Ibrahim mengatakan patung tersebut tahan lama. Ibrahim kemudian memperbaiki patung tersebut. Setelah itu ia meninggalkan profesinya sebagai pemahat, lalu menjadi penjual barang-barang antik dan lukisan.

Ibrahim kembali ke profesi asal. Berbagai media (bahan) ia eksplorasi guna menemukan bahasa seninya. Ia mencoba menggunakan bahan perunggu, baja, dan besi. Setiap hari ia bekerja dengan memberi peringatan agar anak dan istrinya untuk tidak mengganggunya selama bekerja. Sepanjang malam ia memahat dan selalu merasa kecewa terhadap karyanya. Hingga suatu ketika ia membuangnya ke luar rumah, tetapi patung buangannya itu dikembalikan oleh tetangganya. Bahkan istri dan anaknya memuji patungnya tersebut.

Dari pengalaman itu, lahirlah gaya Ibrahim yang baru: penggunaan energi positif dari perpaduan alam dan manusia untuk menciptakan kreasi seni. Patung-patung barunya tersebut ia pamerkan pertama kali di Mungkid, Magelang, dengan tajuk Not Just The Political. Di kalangan kawan-kawannya, Ibrahim berhasil memberikan kejutan segar mengenai perjalanan kreatifnya sebagai seniman. Pada saat yang sama ia membuat karya yang lebih impresif dengan media stainless steel tentang seorang hamil yang diberi judul Against The Wind.