Tradisional
Warung Jamu Ginggang
Jalan Masjid No 32 Pakualaman
Ulasan
Menikmati jamu tidak lagi harus menunggu mbak jamu atau berburu di pasar tradional kala pagi atau petang menjelang. Terletak di daerah Pakualaman, Warung Jamu Ginggang ini mulai buka Pkl. 08.30-Pkl. 20.30 dan hanya libur saat Idul Fitri saja. Inilah yang menjadi kelebihan Jamu Ginggang. Orang bisa datang kapan saja untuk menikmati jamu.
Selain itu Warung Jamu Ginggang menawarkan konsep yang berbeda dalam menikmati jamu. Ada meja dan kursi yang disediakan bagi pengunjung yang ingin langsung menikmati kesegaran Jamu Ginggang. Mirip kafe. Bedanya Warung Jamu Ginggang masih menggunakan perabot tempo dulu sehingga kita yang berkunjung kesana serasa berada di rumah nenek.
Sambil menyeruput Beras Kencur, tak perlu buru-buru meninggalkan tempat ini karena pengunjung Jamu Ginggang bisa melepas penat sembari menikmati rindang pepohonan yang ada disekitar warung jamu jawa asli ini. Untuk menikmati segelas Jamu Ginggang cukup merogoh kocek Rp.3000- Rp. 12.000. Jamu Ginggang sendiri terdiri jamu telor seperti sehat pria telor, beras kencur telor dan galian putri telor. Ada juga Jamu biasa alias disajikan tanpa tambahan telor antara lain kencur biasa, uyup-uyup atau temulawak. Bagi yang ingin menikmati kesegaran jamu dalam kondisi dingin, tak perlu kuatir beberapa jamu juga bisa disajikan beserta es.
Namun jika berniat keluar kota, Jamu Ginggang tetap bisa dibawa serta. Soalnya tempat ini juga menyediakan beberapa varian jamu dalam kemasan botol. Tapi usahakan agar segera dimasukkan kedalam lemari pendingin karena jamu dalam botol kemasan ini hanya awet bertahan hingga 3 hari saja. Untuk harga perbotolnya dibanderol Rp.13.000
Warung Jamu Ginggang telah melewati sejarah yang panjang. Bermula dari tahun 1930, usaha ini dipelopori oleh Bilowo, seorang abdi dalem Puro Pakualaman. Bilowo membuat jamu bagi Kanjeng Sinuwun Paku Alam VII. Atas seijin Paku Alam VII, Bilowo lantas mulai menjajakan ramuan tersebut.
Jamu Ginggang sebenarnya berasal dari kata Tan Genggan yang berarti bersatu padu. Nama ini merupakan pemberian dari kerabat Puro Pakualaman saat meminta bantuan Bilowo untuk meracik jamu. Nama inilah yang kemudian tetap digunakan oleh Bilowo saat menjajakan jamunya dari satu tempat ketempat lain. Tapi kata Tan Genggan ternyata cukup sulit untuk diucapkan serta diingat oleh masyarakat. Mereka pun secara tak sadar menyebut dengan sebutan Ginggang.
Kini Jamu Ginggang di kelola oleh generasi kelima yang masih setia melanjutkan bisnis keluarga ini. Uniknya, meski sudah berganti generasi, ada satu hal yang tidak pernah berubah sejak awal. Ternyata Jamu Ginggang tetap mempertahankan cara pengolahannya. Sejak awal berdiri hingga sekarang, warung ini tidak pernah mengubah resep jamu maupun jenisnya. Tak tergerus oleh modernitas.
Jamu dibuat setiap pagi dan tetap diolah dengan menggunakan cara-cara tradisional. Termasuk di antaranya tidak menggunakan blender. Soalnya penggunaan blender dianggap akan merusaka rasa dari jamu sendiri.
Warung Jamu Ginggang
Gallery
Tempat menarik sekitarnya
Rumah Ibadah
Gereja Santo Yusuf Bintaran
Gereja Santo Yusuf Bintaran merupakan sebuah bangunan bersejarah yang didirikan pada tahun 1934. Gereja ini merupakan hasil karya dari arsitek J.H [...]