Gudeg.net - Musisi ternama Indonesia, Dewa Budjana, baru saja merilis album bertajuk ‘Mahandini’ (10/12) di Jakarta. Pada tanggal 20 Desember mendatang, Mahandini akan diluncurkan di Yogyakarta disertai pameran rupa karya 55 perupa yang merespon ide yang mendasari Mahandini.
“Akan dipamerkan 55 karya para perupa yg merespons di cover depan CD Mahandini,” ujar Budjana dalam media sosialnya (16/12).
Hasil dari penjualan CD edisi special ini nantinya akan disumbangkan ke Kelompok Suka Parisuka Jogja. Ia juga mengutarakan harapan agar peristiwa budaya semacam ini bisa berguna untuk keselarasan Indonesia.
Pria yang juga gitaris band Gigi ini juga menuturkan bahwa ini bukan kali pertama dia berkolaborasi dengan pegiat seni dari disiplin berbeda.
Sebelumnya di tahun 1998, ia berkolaborasi dengan Jango Pramartha dan Mangu Putra. Lalu pada tahun 2002 dengan Madé Sumadiyasa dan Putu Sutawijaya. Pada tahun 2013, terbit buku ‘Dawai Dawai Dewa Budjana’ yang ditulis oleh Bre Redana.
Pameran respon para perupa Cover CD Mahandini akan diadakan di Sangkring Art Space di Nitiprayan, Kasihan, Bantul. Jumlah perupa yang akan merespon sebanyak 55 orang. Mungkin ada hubungannya dengan usia gitaris yang berulang tahun ke-55 Agustus lalu.
Beberapa perupa yang terlibat seperti Joko Pekik, Kartika Affandi, Ivan Sugito, Heri Dono, Putu Sutawijaya, Erica Hestu Wahyuni, Samuel Indratma, Nasirun, Ugo Untoro, dan masih banyak lainnya.
Nama ‘Mahandini’ sendiri adalah gabungan dari kata ‘maha’ dan ‘nandini’. Maha berarti besar, dan nandini adalah kendaraan, dalam hal ini adalah sapi kendaraan Dewa Syiwa. Mahandini digabung bisa diartikan sebagai kendaraan yang maha, atau besar. Kendaraan dalam konteks album ini adalah musisi dengan nama besar.
Nama besar yang dimaksud adalah Jordan Rudess (Dream Theater, keyboard), Marco Minnemann (Jerman, Drum-metal/rock progresif,), Mohini Dey (India, Jazz, Bass/Konokol), Mike Stern (Amerika, Jazz, Gitar), John Frusciante (Red Hot Chilli Peppers, Gitar), dan Soimah Pancawati (Vokal).
“Semoga album Mahandini sesuai dengan namanya, kendaraan yang maha, bisa berjalan dan berpengaruh ke semua telinga yang mendengar, dan segala perbedaan suku, genre di album ini bisa jadi contoh keharmonisan manusia,” ungkapnya.
“Ini termasuk hal unik dalam kedekatan saya dgn John Frusciante. Karena jarang ada yang bisa ngajak dia kerja bareng,” ungkap Budjana lagi.
Komposisi musisi yang yang terlibat memang unik. Mereka berasal dari beragam latar belakang genre musik dan lintas budaya. Hal ini sedikit banyak mempengaruhi warna album Mahandini.
Banyaknya musisi asing menimbulkan pertanyaan mengapa memakai musisi asing, padahal ada banyak musisi lokal yang mumpuni.
Budjana menjelaskan bahwa hal ini dikarenakan pencarian. Karena ia ingin mencari tantangan kreatif sekaligus juga ingin belajar dari musisi-musisi ini.
“Ini bukan golek-golek (mencari-cari), tapi lebih ke pencarian. Bukan gengsi-gengsian,” jawabnya lebih lanjut.
Budjana juga tidak asal comot musisi bule. Ia mempertimbangkan musisi berkelas. Boleh dikatakan, antara Budjana dan musisi kawan mainnya itu saling menawarkan kemungkinan kreatif. Masing-masing seniman menginterpretasi komposisi karya Budjana.
Menurutnya, selalu ada kejutan dari kolaborasi dengan musisi-musisi tersebut. Apa yang dirancang di atas kertas, akan menghasilkan musik yang berbeda dan tidak ia duga sebelumnya. Selama lebih dari dua dekade berkarya, biasanya yang paling mengejutkan datang dari drum.
“Di situ kerasa banget berbeda dengan ekspektasi. Dan itulah yang aku pengen,” ujar bapak dua anak ini.
Untuknya, itulah musik; komunikasi antar rasa. Tidak hanya mengenai notasi, tetapi juga apa yang terbersit di benak dan rasa musisi saat bermain bersama.
Kirim Komentar