Si Limbuk Dalam Persepsi Bibit Jabrang

Oleh : anton / Senin, 00 0000 00:00

KETIKA KITA MEMBAYANGKAN TOKOH PEWAYANGAN, yang seringkali hadir sebagai figur adalah Semar, seorang punokawan dan juga seorang resi. Begitupun dengan anak-anaknya yang tak kalah tenar, seperti Gareng, Petruk ataupun Bagong. Tengok saja dalam cerita-cerita "Semar Mbangun Jiwo", "Petruk Dadi Ratu", ataupun "Bagong Dadi Ratu", kesemua punokawan tersebut sering menjadi tokoh penting yang dijadikan obyek cerita para dalang. Di luar diri mereka berempat, pasti tak pernah terpikirkan sebelumnya bilamana ternyata ada seorang sosok punokawan lain yang hadir dalam cerita-cerita tersebut. Sosok tersebut adalah emban, yang tidak pernah disinggung ataupun dikenal secara luas.

Limbuk namanya, emban perempuan yang selalu setia mengabdi pada para tuannya di mana pun dan ke mana pun mereka pergi. Dalam adegan Limbukan, bersama ibunya, Cangik, Limbuk sering menghibur para penonton ataupun pendengar dengan guyonan-guyonan lucunya. Tapi seperti sudah dikatakan sebelumnya, tetap saja si emban perempuan Limbuk tidak pernah menjadi tokoh penting, bahkan selalu kalah tenar dari para punokawan lainnya. Entah karena para perempuan pada waktu cerita dibuat, keberadaannya takkan bisa dibandingkan dengan para lelaki termasuk para dalangnya, atau alasan lain yang intinya selalu memojokkan keberadaan perempuan. Yang pasti, si emban perempuan Limbuk jarang sekali hadir dalam cerita-cerita pewayangan para dalang.

BIBTI WALUYA atau sering dipanggil Bibit Jabrang, seorang seniman lukis dari Yogyakarta mencoba menyikapi permasalahan si Limbuk tersebut. Dengan dua belas lukisannya yang dipamerkan di Bentara Budaya Yogyakarta, Jl Suroto 2 Kotabaru selama seminggu ini (4/2 s/d 11/2) mengambil sosok Limbuk sebagai obyek lukisannya. "Saya prihatin dengan figur Limbuk yang sebagai abdi dalem jarang terdengar keberadaanya. Bahkan para seniman yang mengambil tokoh pewayangan sebagai obyek lukisan mereka, juga jarang memakai Limbuk," paparnya.

Padahal menurutnya, peradaban sudah berubah di mana perempuan sekarang banyak menjadi tokoh penting di setiap kesempatan. Namun fenomena tersebut tetap saja tidak membangkitkan "selera" para seniman untuk menyertakan sosok perempuan sebagai tokoh yang diperhitungkan dalam karya-karya seni mereka. "Hal tersebut menarik ketika pada dekade terakhir keberadaan atau figur wanita timbul di permukaan. Namun secara tradisi tetap saja tak dianggap. Tentu saja berseberangan dengan apa yang terjadi sekarang ini," ungkapnya.

Karena alasan itulah ia memilih Limbuk sebagai tokoh utama dalam lukisan-lukisannya. "Limbuk yang berada dalam kasta bawah dan tak pernah diperhitungkan coba saya ramu dengan pendekatan visual sebagai tokoh utama dalam lukisan-lukisan saya dengan menggunakan tema-tema sosial yang aktual sekarang ini," jelasnya.

Ia mencontohkan, dalam lukisan cat minyak 150 X 200 cm "Mbok Sri Boyong", digambarkan si emban perempuan miskin Limbuk sebagai personifikasi Dewi Sri yang memberi kemakmuran bagi banyak orang. Dengan lukisan tersebut, ia tidak mencoba menjungkirbalikkan mitos Dewi Sri, namun lebih pada sebuah kesaksian jati diri manusia yang berdialog dengan perasaannya serta dengan adat budaya masyarakatnya.


0 Komentar

    Kirim Komentar


    jogjastreamers

    JOGJAFAMILY

    JOGJAFAMILY

    JogjaFamily 100,9 FM


    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RetjoBuntung 99.4 FM


    SWARAGAMA 101.7 FM

    SWARAGAMA 101.7 FM

    Swaragama 101.7 FM


    UNISI 104,5 FM

    UNISI 104,5 FM

    Unisi 104,5 FM


    Surya FM (Your Campus Radio)

    Surya FM (Your Campus Radio)

    Purworejo - FM 100.1 MHz


    UNIMMA FM 87,60

    UNIMMA FM 87,60

    Radio Unimma 87,60 FM


    Dapatkan Informasi Terpilih Di Sini