Pendekar Lingkungan Hidup 2004 Terima Penghargaan

Oleh : Budi / Senin, 00 0000 00:00

"WANTED-OCEAN, DEAD OR ALIVE" MENJADI TEMA HARI LINGKUNGAN HIDUP (HLP) TAHUN 2004 dilatarbelakangi oleh keprihatinan terhadap meningkatnya pencemaran laut, pengrusakan habitat dan pengurasan sumber daya alam. Bila tidak dengan kesungguhan dan segera mendapatkan keprihatinan, akan berakibat buruk pada pelestarian lingkungan berikutnya. Peringatan HLP tahun 2004 yang dilakukan di Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah (Bapedalda) DIY pada Senin (9/08) siang, diumumkan pendekar lingkungan hidup tahun 2004 tingkat Propinsi DIY.

Penerima Kalpataru dari Propinsi DIY tahun 2004 dengan kategori pengabdi Lingkungan diberikan kepada Wibowo yang sehari-hari sebagai petugas penyuluh kehutanan lapangan di Kecamatan Patuk, Gunungkidul. Beberapa upaya pelestarian lingkungan hidup yang dilakukan Wibowo berupa pengembangan sutera alam dan lebah madu, pelestarian tanaman Cendana hingga pembinaan generasi muda dalam bidang penghijauan dan konservasi serta menciptakan hutan wisata gunung yang terletak di bukit Nglanggeran.

Pendekar Lingkungan Hidup tahun 2004 Propinsi DIY diberikan kepada Haryono Purwanto (Pembina Lingkungan di Sleman), Kelompok Tani RUKUN (Penyelamat Lingkungan di Kulon Progo), Bardi (Pengabdi Lingkungan di Bantul) dan Tugiman (Perintis Lingkungan di Gunung Kidul). Dari beberapa pendekar yang mendapatkan penghargaan, wartawan berhasil mewawancari salah satunya, yaitu Tugiman.

Tugiman bersama-sama dengan warga desa terutama di Dusun Puncungmalang sekitar 99 Kepala Keluarga (KK) melalui jumlah tanaman 4.750 batang dan sekaligus membentuk kelompok tani penghijauan. Awalnya ia menhijaukan lahan kosong sebagai percontohan atau demplot dengan jenis tanaman sonokeling. Dari sejumlah tanaman tersebut, dapat hidup dengan baik karena diperlakukan dengan teknik-teknik penanaman yang sesuai. Di samping penanaman pohon penghijauan, Tugiman juga melakukan kegiatan lain seperti penyaluran air bersih, tanaman perkebunan, tanaman pangan, pembuatan embung, irigasi dan pencetakan sawah baru.

"Tahun 1976 saya coba rintis dan kumpulkan warga membicarakan mengenai keadaan lingkungan yang membuat masyarakat makin merugi. Sehingga terjadi kesepakatan untuk tiap keluarga menanam 50 batang tanaman penghijauan entah apa saja yang dikehendaki dan disenangi petani. Kalau ada yang mati lalu disulam, kalau ada yang menebang harus lapor. Tapi kalau ada yang merusak wajib menanam pohon pengganti 5 batang," tukas Tugiman.

Perintisan air dilakukan pada tahun 1977 oleh Tugiman dengan bantuan mahasiswa KKN UGM. Di Dusun Puncungmalang hanya terdapat tiga titik mata air, sehingga pendekar lingkungan itu mengajak mahasiswa KKN tersebut untuk berjalan kaki ke dusunnya sejauh 6 km dari tempat KKN. "Mata air itu jauh dari pemukiman sehingga saya gimana caranya bisa dimanfaatkan. Saat itu masih memakai talang bambu sepanjang 500 meter, lambat-laun dari tahun ke tahun ada peningkatan pendapatan sehingga bisa memperbaharui menjadi pralon," imbuhnya.

Pada tahun 1977 hanya terdapat tiga mata air, sekarang di dusun tersebut sudah menjadi 13 titik mata air untuk 107 KK dan dusun di sekitarnya. Mengomentari mengenai kerusakan hutan yang semakin parah, Tugiman mengungkapkan bahwa secepatnya dari pihak pemerintah dan petani sadar akan akibat yang akan terjadi. "Tiga hal yang membuat parah, yaitu ketidakpedulian keadaan lingkungan, dorongan ekonomi dan kenekadan menfaatkan kondisi yang seperti ini."

0 Komentar

    Kirim Komentar


    jogjastreamers

    JOGJAFAMILY

    JOGJAFAMILY

    JogjaFamily 100,9 FM


    SWARAGAMA 101.7 FM

    SWARAGAMA 101.7 FM

    Swaragama 101.7 FM


    SOLORADIO 92,9 FM

    SOLORADIO 92,9 FM

    Soloradio 92,9 FM SOLO


    UNIMMA FM 87,60

    UNIMMA FM 87,60

    Radio Unimma 87,60 FM


    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RETJOBUNTUNG 99.4 FM

    RetjoBuntung 99.4 FM


    JIZ 89,5 FM

    JIZ 89,5 FM

    Jiz 89,5 FM


    Dapatkan Informasi Terpilih Di Sini