Labuhan Ageng di Empat Lokasi Berbeda
LABUHAN AGENG ADALAH PERINGATAN MANGAYUBAGYA JUMENENGAN Sri Sultan Hamengku Buwono X ke-16 yang dilaksanakan di empat lokasi yang berbeda. Empat lokasi berbeda tersebut, yaitu Pantai Parangkusumo Bantul, Gunung Merapi Sleman, Gunung Lawu Karanganyar Jawa Tengah dan Dlepih Wonogiri Jawa Tengah. Kesemuanya tersebut dilaksanakan secara bersamaan pada Rabu (15/09) pagi.
GudegNet mengikuti prosesi labuhan di Pantai Parangkusumo Bantul. Prosesnya sendiri baru dilaksanakan pada pk 10.00 WIB setelah rombongan labuhan dari Kraton Yogyakarta hadir di kompleks prosesi tersebut. Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Condrowijoyo yang mendapat mandat langsung dari Sri Sultan HB X, membawa iringan labuhan berupa ageman ndalem sinuwun, sekar empat karung, selop, kanigoro hingga ragam sinjang.
Setelah acara serah-serahan di pendopo kepada abdi yang melaksanakan larungan, prosesi dilanjutkan menuju lokasi Cepuri yang hanya berjarak beberapa meter dari lokasi. Di lokasi Cepuri, diterima langsung oleh juru kunci Mbah Muji Sutomo yang memimpin proses doa dan menanam kuku serta rambut Sri Sultan di salah satu sudut Cepuri.
Diyakini masyarakat lokal, Cepuri yang di dalamnya terdapat dua batu yang terpisah hanya 1 meter tersebut sebagai tempat bertemunya Panembahan Senopati dan penguasa pantai selatan Nyi Roro Kidul. Menyalakan sajenan khas Kraton tak terlewatkan termasuk tabur tujuh macam kembang di atas kedua batu.
Cuaca yang terik di Pantai Parangkusumo ternyata tidak menyurutkan antusiasme masyarakat yang datang untuk ngalap berkah dari arak-arakan yang dilarung. Sejak dari pendopo, masyarakat sudah berdesak-desakan tak tahan untuk segera memperebutkan setelah arak-arakan tersebut menyentuh air laut.
Setelah prosesi di Cepuri, dilanjutkan ke arah selatan menuju bibir Pantai Parangkusumo. Mendampingi arak-arakan abdi dalem tersebut, sudah terpancang ratusan bendera berwarna hijau, merah, kuning dan putih di kiri dan kanan rombongan yang mengantarkan hingga prosesi tersebut selesai.
Di perhentian terakhir, 100 meter dari air laut, rombongan berhenti sejenak untuk menaikkan doa kepada penguasa Laut Selatan yang dipimpin oleh juru kunci. Pada pk 13.28 WIB, persembahan dari Kraton baru menyentuh air dan ditarik langsung oleh gemuruh ombak pantai.
Menjadi suatu yang menakjubkan ketika larungan dilakukan, tiba-tiba ombak menjadi tinggi dan angin yang berhembus begitu kencang. Sebelumnya, reaksi alam nampak biasa seperti pantai kebanyakan dengan angin sepoi dan ombak yang teratur sepanjang cakrawala. Ternyata prosesi Labuhan Ageng tersebut menyimpan banyak misteri alam yang tidak dapat dipahami oleh manusia biasa.
Kirim Komentar