Calo Darah Berkeliaran di RS Yogyakarta
KEBUTUHAN DARAH DI KOTA JOGJA MASIH MEMPRIHATINKAN karena dalam empat hari saja, stok darah berjumlah 3000 kantong darah dari berbagai golongan darah, ludes. Hal ini menciptakan lahan basah bagi calo darah yang sudah sejak lama dianulir nongkrong di setiap rumah sakit (RS) yang memiliki kebutuhan donor darah sangat tinggi. Tak dapat dipungkiri, hingga hari ini praktek tersebut masih berlangsung dan kian subur.
Calo darah atau `vampir` tersebut bisa menjual setiap kantong darah berjenis kombinasi seperti AB, AB+, AB- hingga kisaran Rp 400-500 ribu. Hal tersebut tentunya sangat memberatkan para keluarga korban yang membutuhkannya. Nuthuk rego bagi yang membutuhkan darah menjadi sangat dipojokkan apalagi stok darah yang disediakan oleh Palang Merah Indonesia (PMI) sedang tidak ada. Untuk golongan darah A, B dan O hanya diberi harga Rp 100-150 ribu saja karena mudah didapatkan dengan segera.
Kondisi yang serba panik dan terpojokkan itu, mau tidak mau mendorong untuk merogoh kantong sendiri agar mendapatkan donor darah dengan segera di rumah sakit setempat. Situasi seperti ini sebenarnya sudah sering terjadi dan tidak dapat dihilangkan begitu saja jika stok darah yang dimiliki PMI Yogyakarta masih selalu kurang bahkan harus impor dari daerah lain seperti Surabaya dan Sidoarjo.
Ketua IV PMI Kota Yogyakarta Pdt Harahap Jr saat ditemui wartawan Senin (11/10) siang di Balaikota mengatakan bahwa para calo darah memang seperti itu, ketika melihat orang yang membutuhkan darah dan sedang kebingungan apalagi dari luar kota langsung diserbu dan ditawari dengan tarif yang sudah ada. "Mereka panggil teman yang lain dengan golongan darah yang dibutuhkan tentunya dengan imbalan sesuai tarif yang ditentukan dari tawar-menawar antara pendonor dengan keluarga korban," tukas Harahap.
Profesi pendonor dadakan tersebut, menurut Harahap, biasanya berasal dari tukang becak atau pengemudi taksi yang sering mangkal di RS tertentu. "Mereka menunggu di ruangan-ruangan kalau ada orang-orang yang membutuhkan darah. Sebetulnya tidak boleh menjual darah, tapi ya kembali lagi bahwa kami kekurangan pasokan darah walau sudah didukung oleh pendonor aktif yang setiap 3 bulan sekali memberikan darah mereka ke PMI," lanjutnya.
Penjualan darah dengan tarif sebenarnya masuk dalam kategori kasus khusus yang harus ditangani secara serius apalagi membuat jelek bendera PMI di mata masyarakat. Harahap menghimbau kepada masyarakat yang membutuhkan darah ketika dicegat di tengah jalan oleh orang yang tidak dikenal dan menawarkan bantuan darah harap waspada.
"Langsung saja menuju ke palang merah yang ada di setiap rumah sakit, di situ ada ruangannya dan terdapat stok darah yang dibutuhkan oleh keluarga korban. Jika di ruangan PMI tidak ada, para petugas tentunya langsung mengkontak dengan PMI yang lain siapa memiliki stok darah yang dibutuhkan. Kami akan mencarikan hingga dapat, bahkan jika harus ambil dari PMI di luar Yogyakarta secara gratis," terangnya.
Sebenarnya cek darah korban membutuhkan waktu kurang lebih 1,5 jam saja, tambah Harahap, dalam waktu rentang tersebut keluarga korban sebaiknya langsung menghubungi PMI terdekat atau lewat rumah sakit sebab PMI dan RS sudah mempunyai jaringan pendonor darah yang tergabung dalam Pehimpunan Donor Darah (PDD) yang siap setiap saat.
Kirim Komentar