Makin merebaknya penyebaran film-film porno lokal di berbagai media menjadi perhatian
yang serius dari beberapa pihak. Dengan hal tersebut sebagai salah satu latar
belakangnya, maka Yayasan Umar Kayam bekerjasama dengan PISHTACO, Insitute for Body-pekerti Studies, kemarin malam (22/11) mengadakan diskusi mengenai fenomena ini.
Acara yang dimulai sekitar pukul 19:00 WIB ini, dimoderatori oleh Hatib Abdul Kadir dari PISHTACO ini, menampilkan dua orang pembicara yaitu Hairus Salim dari Majalah GONG dan Basilica D. Putranti, seorang peneliti dari Pusat Studi Kependudukan dan Kebijaksanaan (PSKK) UGM.
Dalam diskusi ini dibicarakan berbagai hal yang berkaitan dengan film porno lokal
lokal, khususnya dari sudut pandang perempuan dan feminisme, juga tentang bagaimana
peran institusi keagamaan sebagai salah satu benteng moral masyarakat terhadap
fenomena ini.
Pada sesi tanya jawab dengan para peserta yang menghadiri diskusi ini, muncul
beberapa pertanyaan yang memang sudah jadi perdebatan di mana-mana, antara lain
yaitu: Apakah sebenarnya definisi pornografi itu?; Bagaimana batas-batasnya sehingga
suatu karya atau film bisa dianggap pornografi?
Selain itu, ada pula beberapa pertanyaan lain seperti: Apakah benar perempuan
dalam film itu sebagai korban? Mengingat dalam beberapa film porno lokal tersebut,
sering tergambarkan para perempuan menunjukkan perasaan "happy".
Ada pula yang mempertanyakan: Apakah film-film porno lokal tersebut layak dianggap
sebagai film? Mengingat durasi yang relatif singkat, dan tidak ada proses directing/penyutradaraan dalam film tersebut.
Terlepas dari itu, akhirnya diakui bahwa memang masih ada beberapa kelemahan
metodologis dalam penelitian mengenai pornografi ini, mengingat sangat biasnya
makna pornografi itu sendiri. Sehingga perlu dikaji ulang batasan-batasan yang
bisa lebih dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.
Diskusi Fenomena Film Porno Lokal di Yayasan Umar Kayam

Kirim Komentar