Sang peramal tarian, Sekartaji Ayu Wangi mengaku jenis ramalan yang dipraktikannya adalah yang pertama kali dilakukan oleh peramal di Indonesia, bahkan di dunia.
"Pada hari Minggu (1/8) nanti, saya akan memeragakan ramal tarian yang pertama kali dilakukan di Indonesia, bahkan setahu saya yang pertama di dunia," katanya di Warung Pedas Mba Sasha, Jl. Flamboyan Gejayan Yogyakarta, Jumat (30/7).
Menurut Sekar yang kerap disapa Artha, tarian ramal adalah sebuah performance art yang memadukan antara seni tari dan meramal. Secara teknis peramal melakukan aksinya dengan menarik energi seseorang lewat gerak tubuh peramal dengan diiringi alunan musik tertentu, sehingga orang yang ditarik energinya tersebut dapat dianalisis nasibnya melalui energi yang yang keluar dari tubuh, fikiran, dan jiwanya yang akan menentukan proses alam terhadap nasibnya.
"Nasib yang terbaca melalui gerak tari peramal pada dasarnya bersifat relatif, dalam arti nasib yang diramalkan akan terjadi apabila orang yang ditarik energinya tersebut memepertahankan kondisi energi tubuh, fikiran dan jiwanya seperti pada saat energi terbaca oleh gerak tubuh peramal," tutur gadis kelahiran 1 Juli 1984 yang sewaktu SMA dulu mengaku kerap mengalami trance itu.
Dari pengakuan murid dari Padepokan Eyang Sundari itu, ide dan konsep ramal tarian yang lakoninya tidak lepas dari proses perjalanan hidup peramal sebagai pelaku seni tari dan peramal. "Dalam perjalanan hidupnya sebagai seorang penari, peramal seringkali merasakan adanya energi yang keluar dari tubuhnya, maupun lingkungan sekitar ketika peramal menjiwai gerak tari ketika menari kan berbagai tarian," papar peramal dan penari yang telah belajar tari sejak usia 5 tahun itu.
Dalam praktiknya nanti, Artha yang sempat belajar tari klasik di nDalem Pujokusuman itu akan membaca berbagai ramalan orang sesuai dengan energi yang diserapnya. Jadi kemungkian setiap saat, seseorang bisa memunculkan energi yang berbeda-beda yang menjadi acuannya dalam meramal nasib, jodoh, kesehatan, dll.
"Pada aksinya nanti, saya akan menari lebih ke kontemporer dan akan nembang Jawa dengan diringi alat musik biola. Orang yang saya ramal harus meletakkan kedua tangannya di udara," kata peramal yang saat ini masih tercatat sebagai mahasiswi Fakultas Hukum UGM ini.
Aksi tariannya nanti diperkirakan akan berlangsung selama sekitar 10 menit. Sedangkan untuk meramal satu orang, penari yang saat ini masih tergabung dalam komunitas seniman perempuan Limbuk cangik itu memerlukan waktu sekitar lima menit.
Artha menjalani profesi sebagai peramal sejak tahun 2007, dimulai dari sejumlah acara. Saat ini, Artha yang juga melayani praktik ramalan di kediamannya di Perumahan Mranggen, Jl. Magelang Sleman, Yogyakarta itu juga melayani ramlaan garis tangan, kartu taroot, kartu drupadi, perhitungan nama dan weton, hingga totok aura.
"Saya senang meramal, khususnya dengan metode yang paling ini yaitu ramal tarian. Kalau tidak meramal sehari saja, saya merasa ada yang tidak tersalurkan saja, jadi setiap hari harus meramal," tukasnya.
Kirim Komentar