Yogyakarta, Indonesia – www.gudeg.net Inovasi senantiasa menarik hati. Terutama saat permainan tiga dimensi ditawarkan secara gratis kepada pengunjung di gerai Micro Star INT’l (MSI) saat acara Yogyakomtek 2016 di gedung Jogja Expo Center pada Sabtu (3/9).
Saat itu puluhan pengunjung antri di sisi timur perusahaan yang bermarkas di Taipei, Taiwan ini. Mereka ingin merasakan sensasi petualangan permainan virtual reality (VR) yang mengisahkan tentang perburuan makhluk seram bernama zombie.
“Keren banget,” kata seorang pengunjung yang selesai memainkan permainan itu. “Kalau diganti gambar orang mesti jadi lebih seru.” Meski begitu, ia merasa puas karena permainan tiga dimensi ini menghadirkan sensasi yang berbeda.
Perasaan yang sama dialami ketika tim gudeg.net mencoba permainan itu secara langsung. Setelah menggunakan kaca mata yang disebut HTC Vive, lalu kedua tangan pemain menggenggam console yang berfungsi sebagai pengendali. Console di tangan kiri berperan sebagai pisau yang berguna untuk pertarungan jarak dekat. Sedangkan console di tangan kanan sebagai pistol.
“Telunjuk untuk menekan pelatuk,”kata operator. “Sedangkan jari tengah mengisi peluru.”
Saat mulai pemain dibawa ke sebuah tempat yang menyerupai terowongan. Di sana sudah ada zombie yang siap menyerang. Jika permainan dua dimensi hanya menghadirkan “serangan” lewat satu arah, maka di permainan VR ini zombie-zombie itu bisa datang dari semua arah mata angin. Bisa juga dari atas, bawah bahkan tiba-tiba menyerang dari belakang.
“Itulah serunya,” kata Dhian Petroshelli, Indonesia Channel Sales MSI. “Lewat VR pemain bisa berputar sampai 360 derajat.” Ia menambahkan itulah yang memunculkan perasaan “deg-deg-an” karena datangnya lawan sulit diduga.
Untuk dapat memainkannya, Dhian mengatakan ada syarat khusus yang mesti dipenuhi. “Salah satunya menggunakan VGA MSI GTX 1070 Gaming Z,” katanya. “Sedangkan untuk kenyamanan pemain sebenarnya membutuhkan ruangan 2 x 2 meter yang los, bebas perabotan.”
Permainan yang memiliki cara kerja dengan menggabungkan dua gambar sehingga menimbulkan kesan nyata ini sebenarnya bukanlah hal baru. Di industri permainan, sekitar medio 90 an pernah hadir beragam piranti seperti Nintento Virtual Boy, VFX-1, serta Virtual I-O. Semuanya gagal. Salah satunya karena mahalnya harga perangkat yang ditawarkan.
“Untuk MSI sendiri lebih men-support hardware yang digunakan,” kata Dhian. “Sedangkan untuk HTC Vive-nya memang harus mendatangkan dari luar negeri.”
Bagi pembaca yang ingin menikmati permainan ini bisa mengunjungi kegiatan Yogyakomtek 2016 yang diadakan sampai Rabu (7/9).
Editor: Al. Indratno
Kirim Komentar