Pameran "Forbidden Zone" oleh Krisna Murti
[Expired] 05 November 2008 - 10 Desember 2008
Seniman kelahiran Bandung tahun 1957, Krisna Murti, pada 5 November-10 Desember 2008 akan menggelar pameran "Forbidden Zone" di Rumah Seni Cemeti, Jl. D.I. Panjaitan No. 41 Yogyakarta.
Pada pameran akan dibuka pada hari Rabu, 5 November 2008 pukul 19.30 WIB ini, Krisna Murti mengekplorasi cara pandang kita akan kenyataan melalui medium landscape. Landscape menjadi perangkat investigasi historis dan rekonstruksi atas konstruk identitas. Yaitu sejak Belanda memperkenalkan realitas melalui cara pandang kolonial "Mooi Indie" yang eksotik-turistik. Lalu perlawan wacana itu oleh Sudjojono (1937) sambil menegaskan kehidupan "riil" sebenarnya adalah nasionalisme. Bahkan konstruksi yang dihidupkan melalui warisan pendidikan seni rupa. Praktik mengadaptasi, mengadopsi dan melintasi wilayah-wilayah artistik yang ditabukan agaknya justru disadari menjadi proyek seni Krisna Murti kali ini. Yaitu sebuah upaya mengungkap posisi (budaya) Krisna saat ini.
"Forbidden Zone" tidak menunjuk pada pelarangan melanggar kewilayahan artistik tetapi justru menegaskannya dalam bentuk pertanyaan ulang, demistifikasi dan menguji kembali batas-batas "konsensus" estetika pada medium lukisan, fotografi digital dan video. Sejauh itu, dari beberapa karya-karya yang dipamerkan terlihat kecenderungan "saling meminjam": lukisan seperti foto atau sebaliknya. Atau permainan "daerah abu-abu": video sebagai citraan bergerak "berhenti" sedemikian rupa sehingga berlaku sebagai lukisan. Digital print Krisna bahkan menunjukkan batas paling jauh ke dalam konsep "foto adalah film sedetik".
Pada pameran akan dibuka pada hari Rabu, 5 November 2008 pukul 19.30 WIB ini, Krisna Murti mengekplorasi cara pandang kita akan kenyataan melalui medium landscape. Landscape menjadi perangkat investigasi historis dan rekonstruksi atas konstruk identitas. Yaitu sejak Belanda memperkenalkan realitas melalui cara pandang kolonial "Mooi Indie" yang eksotik-turistik. Lalu perlawan wacana itu oleh Sudjojono (1937) sambil menegaskan kehidupan "riil" sebenarnya adalah nasionalisme. Bahkan konstruksi yang dihidupkan melalui warisan pendidikan seni rupa. Praktik mengadaptasi, mengadopsi dan melintasi wilayah-wilayah artistik yang ditabukan agaknya justru disadari menjadi proyek seni Krisna Murti kali ini. Yaitu sebuah upaya mengungkap posisi (budaya) Krisna saat ini.
"Forbidden Zone" tidak menunjuk pada pelarangan melanggar kewilayahan artistik tetapi justru menegaskannya dalam bentuk pertanyaan ulang, demistifikasi dan menguji kembali batas-batas "konsensus" estetika pada medium lukisan, fotografi digital dan video. Sejauh itu, dari beberapa karya-karya yang dipamerkan terlihat kecenderungan "saling meminjam": lukisan seperti foto atau sebaliknya. Atau permainan "daerah abu-abu": video sebagai citraan bergerak "berhenti" sedemikian rupa sehingga berlaku sebagai lukisan. Digital print Krisna bahkan menunjukkan batas paling jauh ke dalam konsep "foto adalah film sedetik".