Safrina Bersama Wakil Kepala Sekolah SLB Yapenas, Tri Rukmana
Jelang Pemilu 2014 perhatian KPU terhadap kaum difabel masih jauh dari harapan. Selain minim sosialisasi, pemilu kali ini tak ditunjang sarana dan pra sarana untuk memudahkan mereka yang memiliki keterbatasan fisik.
"Masih banyak sistem yang perlu dibenahi," kata Safrina Rovasita, guru SLB Yapenas, serta penderita lumpuh otak (Cerebral Palsy) ini. Baginya, Pemilu 2014 tak berpihak padanya dan rekan-rekannya. "Terutama bagi mereka penderita tuna rungu atau tuna grahita."
Inilah "jeritan" Safrina. Ia sendiri menuntut pemerintah memberikan fasilitas seperti menyiapkan pendamping untuk penderita tuna rungu dan tuna grahita. "Serta alat bagi tuna netra," katanya.
Pada kesempatan yang sama, Tri Rukmana, Wakil Kepala Sekolah SLB Yapenas, Sleman mengiyakan pendapat Safrina. Menurutnya, sebaiknya mereka yang memiliki keterbatasan fisik mendapat pengarahan dalam perayaan pesta demokrasi itu. "Agar tidak salah," katanya.
Ia menambahkan sebaiknya kaum difabel mendapat waktu khusus saat proses pencoblosan. Lalu, ada beberapa hal yang membedakan antara pemilih berkebutuhan khusus dan umum. "Seperti teknis antrian," katanya. "Sehingga kaum difabel diprioritaskan dan mendapat pendampingan khusus, baik dari keluarga atau petugas."
Editor: Albertus Indratno
Kirim Komentar