Yogyakarta, www.gudeg.net - Proses pengumpulan dana melalui teknologi finansial yang menggunakan media start up di Indonesia menurut survei Delloite memiliki 8 kategori. Pengelompokan tersebut diantaranya Capital Market, Comparison, Payment, E-Money, Lending, Internet Banking, Finansial Planning dan Crowdfunding.
FinTech sendiri menurut Robin Tegland, Professor in Business Administration, Stockholm School of Economics adalah teknologi untuk perbankan dan perusahaan keuangan, pasar modal, analisis data keuangan, pembayaran, dan manajemen keuangan pribadi yang diterapkan dalam dunia IT sebagai sarana mempermudah konsumen dalam menjangkaunya.
Dari 8 aspek tersebut, salah satu kategori yang diberi tanda merah oleh Otoritas Jasa Keuangan yakni Crowdfunding (penggalangan dana). Ketua OJK DIY, Fauzi Nugroho mengatakan bahwa proses crowdfunding dalam penerapan FinTech melanggar pasal 14 UU Perbankan dan keterangan sanksi yang terdapat pada pasal 46.
Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).
"Dari aspek ini penyidik bisa masuk, nanti urusannya dengan aparat penegak hukum karena kategori ini masuk dalam shadow banking," katanya.
Oleh karena itu, OJK DIY pun memperingatkan pada pengembang start up untuk menghindari praktek semacam ini agar tidak melanggar hukum perbankan. Secara umum, konsep pengumpulan dana wajib melalui proses perijinan pada Otoritas Jasa Keuangan. Fauzi pun berpesan bahwa masyarakat selaku konsumen harus jeli karena shadow banking tidak dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan.
Kirim Komentar