Catatan Penulis Buku & Skenario – Ika Natassa
[Expired] 16 - 17 Mei 2017

Dalam dunia penerbangan, dikenal istilah critical eleven, sebelas menit paling kritis di dalam pesawat—tiga menit setelah take off dan delapan menit sebelum landing—karena secara statistik delapan puluh persen kecelakaan pesawat umumnya terjadi dalam rentang waktu sebelas menit itu. Istilah ini saya ketahui dari seorang teman yang kebetulan mantan pramugari saat kami sedang mengobrol sambil makan siang lima tahun yang lalu.
Istilah itu melekat di kepala saya dan saya merasa harus bisa menjadikannya sebuah cerita. Tak lama setelah itu, ketika sedang browsing menggunakan ponsel sambil menunggu di bandara, saya menemukan artikel tentang sebuah app bernama We Met On A Plane. App ini memfasilitasi orang-orang yang ingin 'reconnect' dengan orang asing yang bertemu di pesawat atau bandara dan mungkin lupa bertukar contact details namun ingin bertemu lagi.
Dan tiba-tiba muncullah ide untuk menulis cerita tentang seorang lelaki dan seorang perempuan yang bertemu di pesawat, dan pertemuan mereka itu saya gambarkan sebagai critical eleven: tiga menit pertama kritis sifatnya karena saat itulah kesan pertama terbentuk, lalu ada delapan menit sebelum berpisah—delapan menit ketika senyum, tindak tanduk, dan ekspresi wajah orang tersebut jelas bercerita apakah itu akan jadi awal sesuatu ataukah justru menjadi perpisahan. Dua tahun setelah itu, naskah novel CRITICAL ELEVEN selesai. 65,159 kata. 339 halaman. 2 insan manusia bernama Ale dan Anya. Terpisah 10,701 miles. Dan 11 menit kritis yang menjadi awal perjalanan mereka.
Preorder novel CRITICAL ELEVEN sold out dalam 11 menit, dan dalam hitungan hari setelah itu saya dihubungi oleh banyak produser untuk mengadaptasinya menjadi film. Ketika seorang penulis menyetujui movie deal, rasanya exciting tetapi juga menakutkan pada saat yang sama karena buat saya sama seperti 'mempercayakan' bayi saya di tangan orang lain. Namun semuanya itu terasa bearable karena melihat tulisan sendiri berevolusi dari sekadar kata-kata di atas kertas menjadi hidup adalah pengalaman menakjubkan. So I took the risk.
Berbulan-bulan setelah mempertimbangkan ke tangan siapa bayi kesayangan ini akan saya 'titipkan', saya akhirnya memutuskan untuk memberikannya ke Bapak Chand Parwez Servia dari Starvision, yang begitu memahami dan mendalami makna dan hati dari cerita ini. Tim produksi juga melibatkan saya bekerja dengan sangat akrab dan selalu berdiskusi mengenai setiap elemen-elemen dalam pembuatan film ini, mulai dari treatment, skenario, sampai pemilihan pemeran dan kru. Setiap perubahan-perubahan kecil yang kami lakukan selama proses adaptasi selalu dengan satu tujuan yang sama: kami ingin agar emotional depth yang begitu membekas di novelnya dapat tersampaikan kepada penonton lewat visual. We simply want nothing but the best.
Ale dan Anya dalam CRITICAL ELEVEN mungkin jadi dua karakter paling kompleks yang pernah saya tulis, dan saya beruntung bahwa di film ini keduanya dihidupkan dengan sedemikian menakjubkannya oleh sepasang aktor dan aktris Indonesia yang sangat saya kagumi dedikasi dan bakat briliannya: Reza Rahadian sebagai Ale dan Adinia Wirasti sebagai Anya.
Setelah saya melihat final cut filmnya, ada satu hal yang sangat ingin saya lakukan: memeluk setiap orang yang terlibat dalam pembuatan film ini mulai dari pihak produser sampai casts dan crews karena film ini bukan saja melewati ekspektasi saya sebagai penulis, namun juga berhasil membuat saya jatuh cinta sekali lagi pada karakter-karakternya dan pada ceritanya.