www.gudeg.net, Yogyakarta - Sejumlah 58 seniman dan budayawan berpartisipasi dalam lomba Masak Nasi Goreng Lima Belas Januari (MALARI). Acara yang diselenggarakan oleh XT Square pada hari Senin, 15 Januari 2018 ini berlangsung meriah.
Seniman yang ikut memeriahkan lomba antara lain Lusy Laksita, Marwoto, Lilik Shaggydog dan masih banyak lagi. Semakin sore acara semakin meriah, ditambah lagi dengan penampilan Hasoe Angel.
Masing-masing peserta lomba menunjukan kebolehannya dalam memasak nasi goreng. Selain memasak mereka juga tampil menghibur penonton dan juri yang hadir dalam acara tersebut, sehingga suasana menjadi ceria dan penuh gelak tawa.
Selain berprofesi sebagai seniman, para peserta nampaknya piawai dalam memasak dan berkreasi nasi goreng. Muncullah kemudian nama nasi goreng nyentrik khas seniman. Ada yang diberi nama Nasi Goreng Anti Santet, Nasi Goreng Anti Penindasan dan masih banyak nama-nama kocak lainnya.
Hadir G.K.B.R.A.Ay. Paku Alam dan Yani Saptohudoyo sebagai Juri lomba. Kriteria penilaian dilihat dari proses memasak, kekompakan tim, higenitas bahan, rasa hasil masakan, estetika penyajian, dan kebersihan area masak.
Setelah melewati proses penjurian akhirnya terpilih 10 pemenang lomba yaitu Marwoto, Sanggar Tradisi, Sigit Sugito,Musik Humor, Sulistyowati, Teater Semar, Teater Masa , Budi Cahyono, Lilik Shaggydog dan Ari Wulu.
Sepuluh pemenang tersebut masing-masing mendapatkan hadiah sebesar Rp 500.000. Uniknya uang hadiah lomba ini tak terdiri dari lima lembar seratus ribuan, tapi setoples uang koin.
Lilik, keyboardist Shaggydog pada Gudegnet bercerita mengenai persiapannya mengikuti lomba ini. ”Sehari sebelumnya sudah aku persiapkan dan latihan terlebih dahulu, karena nasi goreng itu banyak macamnya, agak bingung mau memilih yang mana? Akhirnya tercetus bikin nasi goreng jawa dan ide piring nanas aku dapat dari internet,” tuturnya.
Widihasto Wasana Putra selaku ketua panitia di sela kesibukannya juga sempat mengungkapkan kegembiraannya. “Terharu atas kekompakan dan kebersamaan antar seniman budayawan meski harus usung-usung wajan, uleg, piring dan lain-lain namun tetap semangat dan gembira. Inilah wajah Jogja yang sesungguhnya penuh kehangatan,” tutupnya.
Kirim Komentar