Gudeg.net - “Ajining Rogo Soko Busono” merupakan pepatah jawa yang memiliki arti diri seseorang bisa dilihat dari cara berpakaiannya. Busana ataupun kostum mempunyai peranan penting bagi pemakainya. Namun cara berpakaian seseorang setiap tahunnya selalu berubah mengikuti fashion yang ada.
Saat ini cara berpakaian cenderung dengan style yang lebih simple dan praktis, berbeda dengan jaman dulu di mana orang sangat memperhatikan cara berpakaiannya. Misal, pada jaman dahulu strata sosial masih punya pengaruh yang sangat kuat, misal ada larangan tertentu dalam hal berpakain. Hal inilah yang ingin disampaikan oleh Retno Ratih Damayanti dalam pamerannya yang bertemakan “Sejarah Tak Pernah Telanjang” yang digelar di Sangkring Art Project.
Retno Ratih Damayanti adalah seorang make-up artis dan desainer kostum yang telah banyak berkecimpung dalam kancah perfilman di Indonesia. Karya-karyanya dalam mendesain kostum sangat diperhitungkan, hal ini bisa terlihat dari jumlah film yang pernah dia tangani.
Pameran kostum ini merupakan pameran perdana. Atas dorongan dari Kris Budiman sang kurator, Retno mencoba mengumpulkan koleksi kostumnya dari berbagai film yang pernah dia tangani untuk dipamerkan di sini. Dan busana yang dipajang sangat tematik misal di film sarekat islam , kostumnya tematik pada era sarekat Islam.
Sejumlah kostum yang dipajang, sudah dipergunakan dalam beberapa film, diantaranya film Guru Bangsa; Tjokroaminoto ( Garin Nugraha-2015). Nyai (Garin Nugraha-2016), Kartini (Hanung Bramantyo-2017), dan Sultan Agung (Hanung Bramantyo-2018).
Perempuan 46 tahun ini mencoba mendeskripsikan bahwa pakaian dan busana merupakan penanda hierarki sosial baik dilihat dari genre, etnis bahkan bisa dilihat dari sudut pandang politik dan religius. Dalam pameran ini kita bisa mengenal sejarah Indonesia lewat evolusi kostum tokoh dan rakyat yang ada, misal pengaruh kostum yang mendasari sangat kuat berasal dari Cina, Eropa, India dan Turki.
Mengenai perkembangan busana sendiri, Retno mengungkapkan “pada jaman dulu pernah mengalami masa high fashion, namun kini mulai ditinggalkan karena masalah kepraktisan,” tuturnya.
“Dulu belum ada teknologi yang maju, orang membuat kostum tidak terlalu rumit,” jelasnya lebih lanjut. Namun sebenarnya , kostum di era itu sangat rumit, sebagai contoh bisa dilihat di busana Ratu Batang yang terbuat dari sutra, cutting modelnya sangat luar biasa, sangat tidak sederhana, mengandung kerumitan.
Semua koleksi pameran diambil dari studionya yang ada di Jakarta, kostum-kostum tersebut ditata sesuai dengan eranya. Kita bisa menyambangi pameran ini hingga 24 Juli 2018.
Kirim Komentar