Gudeg.net—Mencubit tapi tidak sakit. Begitu cara Djaduk Ferianto menggambarkan kekhasan penampilan Teater Gandrik. Menjadi semacam janji yang ditepati, itu yang disuguhkan Gandrik saat mementaskan Pensiunan 2049 di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta, 8-9 April 2019 lalu.
Kritik terdapat konstruksi politik yang kerap terjadi disampaikan lewat lelucon satir yang mampu menghibur teater yang penuh pada pementasan hari pertama (8/4).
Perombakan naskah yang dilakukan oleh Agus Noor dan Susilo dari naskah asli Heru Purwanto tersebut adalah hal yang sangat tepat dilakukan. Isu politik yang di’cubit’ mengena, dan dekat dengan anak muda hingga referensi kesatirannya gampang dikenali.
“Karena ini digelar hari pertama, agak sedikit nervous karena kami masih meraba emosi dan perasaan penonton menerima. Ternyata banyak kesamaan dengan kami,” ujar Feri Ludiyanto, pemeran karakter Vonis saat diwawancara di akhir pementasan hari pertama (8/4).
Sedangkan Susilo Nugroho, salah satu penulis sekaligus pemeran Kerkop dalam pementasan ini mempunyai pemikiran yang berbeda. Menurutnya, ia tidak khawatir mengenai penerimaan masyarakat terhadap humor gelap yang disampaikan dalam naskahnya.
“Saya tidak khawatir. Bagaimana penonton menerimanya, itu terserah. Kan ini kesenian, multitafsir ya gak masalah,” ujarnya.
Menilai dari ruangan yang hampir penuh dan sepanjang pertunjukan penuh dengan riuh gemuruh tawa penonton, nampaknya penonton pun menikmati jalan cerita dan pilihan referensi kejadian yang disentil.
Animo penonton dapat dikatakan luar biasa. Masih kurang lebih satu minggu menuju pementasan, tiket yang dijual online sudah habis terjual. Padahal tiket yang disediakan sebanyak 1.000 lembar per hari. Sekelompok anak muda bahkan datang dari Purwokerto untuk menyaksikan penampilan teater legenda ini.
“Pementasannya keren. Mas Butet dengan keadaan baru operasi masih tampil dengan baik. Mas Djaduk berperan sebagai sutradara, musisi, dan juga ikut main. Keren banget. Semoga Mas Butet sehat selalu,” ujar Azis salah satu dari gerombolan Teater Margin UnSoed.
Pensiunan 2049 sendiri bercerita tentang para pensiunan yang ingin menikmati masa tuanya dan menunggu akhir hidupnya dengan tenang. Mereka adalah pensiunan jenderal, politisi, hakim, dan pensiunan lainnya.
Bumbu ceritanya adalah saat Undang-Undang Pemberantasan Pelaku Korupsi (Pelakor) berlaku. Siapapun yang mati diwajibkan memiliki Surat Keterangan Kematian yang Baik (SKKB). UU ini memang dibuat untuk menghukum para koruptor.
Siapapun yang pernah melakukan tindak korupsi tidak berhak mendapatkan SKKB, hingga tidak berhak untuk dikubur. Alih-alih, mayatnya akan dicincang dan dijadikan pupuk agar berguna. Konflik muncul saat salah satu pejabat besar terlanjur mati tanpa memiliki SKKB.
Adalah hal yang sangat langka dijumpai di dunia maya maupun dunia nyata, orang-orang dapat menerima dengan baik dan paham jika ini semua hanya sekadar kejadian. Karena bisa berpikir jernih bahwa perbedaan bukan alasan untuk ‘gontok-gontokan’ di zaman sekarang ini adalah kemewahan.
Ternyata, untuk mengingatkan kembali Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan Indonesia hanya dibutuhkan satu pementasan teater.
Kirim Komentar