Seni & Budaya

Mboyong Lumpang, Upacara Adat Lumpang Tiga Generasi Leluhur

Oleh : Rahman / Rabu, 10 Juli 2019 13:33
Mboyong Lumpang, Upacara Adat Lumpang Tiga Generasi Leluhur
Upacara Adat Mboyong Lumpang di Pedukuhan Onggopatran Piyungan Bantul Yogyakarta,(9/7)Gudeg.net/Rahman

Gudeg.net- Ratusan warga telah berkumpul untuk mempersiapkan sebuah upacara adat Mboyong Lumpang di Pedukuhan Onggopatran Desa Srimulyo Piyungan Bantul Yogyakarta, Selasa (9/7).

Upacara adat Mboyong Lumpang ini termasuk salah satu acara sakral bagi warga Onggopatran. Oleh karenanya hampir seluruh warga yang berada di empat desa tumpah ruah mempersiapkan kelancaran upacara ini.

Sedari pagi hari warga telah ramai-ramai menghias kampung mereka dengan beragam umbul-umbul yang berwarna warni. Anak-anakpun tidak mau ketinggalan, mereka sibuk membuat topeng daun untuk dipakai pada saat kirab lumpang dan para wanita desa mempersiapkan makanan dan minuman yang akan disajikan.

Dukuh Pedukuhan Onggopatran Heni Nurwidiastuti mengatakan, ini tidak ada persiapan khusus untuk Upacara Adat Mboyong Lumpang ini hanya sekitar sejak satu minggu kurang.  

“Walaupun acara adat ini termasuk sakral bagi pedukuhan kami namun tidak ada persiapan khusus itu, kami hanya membuat seperti acara merti dusun saja, sederhana namun khidmat,” ujarnnya.

Heni menceritakan, keberadaan Lumpang atau alat penumbuk padi yang berasal dari batu alam tersebut sudah ada di pedukuhan yang ia pimpin sejak dahulu dimana tiga generasi leluhur Pedukuhan Onggopatran masih ada. Dan Lumpang tersebut pada awalnya ditemukan oleh warga di dasar sungai kecil tepat dekat mata air yang mengaliri pedukuhan.

“Lumpang ini dapat dikatakan sakral dan penuh sejarah akan tetapi tidak Diopeni (dirawat) dan sejak beberapa tahun belakangan ini hanya didiamkan di pinggir sungai dan tertutup oleh semen dan dedaunan saja,” cerita Heni.

Lanjut Heni, pernah ada yang pernah memakainya sebagai pennumbuk padi akan tetapi beberapa kali dinaikan ke desa, Lumpang ini pasti kembali lagi ke pinggir sungai. “Seperti tidak mau dipindahkan atau dipergunakan seperti layaknya alat penumbuk padi,” tuturnya.

Lumpang yang bernama Genduk Tentrem ini berukuran diameter sekitar satu meter dengan berat hampir 500 kilogram tersebut akhirnya diputuskan untuk diangkat untuk yang terakhir kalinya dan dijadikan sebagai monumen pertanda desa.

Dibutuhkan sekitar 20 orang pria dewasa untuk melaksanakan prosesi Mboyong Lumpang secara bergantian. Bermula dari pinggir sungai untuk dimandikan dan dinyanyikan tembang Jawa untuk keberkahan oleh para sesepuh. Dan setelah itu diboyong atau digotong ramai-ramai dengan kirab menuju pintu masuk pedukuhan.

Sesepuh dari empat dusun yaitu Dusun Pranti, Onggopatran, Mancasan, dan Blonotan berkumpul untuk mengadakan doa agar Lumpang tersebut dapat dipindahkan dan dijadikan monumen desa.

“Alhamdulillah Lumpang ini bisa dibawa dan menjadi batas Pedukuhan Onggopatran sebelah barat selatan dari Desa Srimulyo Piyungan Bantul ini,” ungkapnya.

Heni selaku Dukuh berharap dengan adanya prosesi Mboyong Lumpang ini dapat dijadikan bahan pelajaran bagi generasi yang akan datang kelak dimana Lumpang tersebut merupakan bagian yang penting bagai Pedukuhan mereka.

“Mudah-mudahan Lumpang ini  juga dapat membawa manfaat dan menjadi daya tarik Pedukuhan kami, banyak masyarakat yang mau berkunjung sekedar Rawuh (bertamu) atau mempelajari Lumpang yang bersejarah ini,” harap Heni.


0 Komentar

    Kirim Komentar


    jogjastreamers

    JOGJAFAMILY

    JOGJAFAMILY

    JogjaFamily 100,9 FM


    SWARAGAMA 101.7 FM

    SWARAGAMA 101.7 FM

    Swaragama 101.7 FM


    ARGOSOSRO FM 93,2

    ARGOSOSRO FM 93,2

    Argososro 93,2 FM


    GCD 98,6 FM

    GCD 98,6 FM

    Radio GCD 98,6 FM


    UNIMMA FM 87,60

    UNIMMA FM 87,60

    Radio Unimma 87,60 FM


    SOLORADIO 92,9 FM

    SOLORADIO 92,9 FM

    Soloradio 92,9 FM SOLO


    Dapatkan Informasi Terpilih Di Sini