Gudeg.net—Alunan lagu, desing mesin tattoo, dan riuh rendah pengunjung menjadi nyawa Asmara Art and Coffee Shop malam itu (12/8).
Merayakan berakhirnya masa pemilu, coffee shop di bilangan Tirtodipuran ini merayakan dengan pagelaran seni lintas disiplin.
“Kita baru keluar dari masa pemilu yang mencerai-berai kesatuan kita sebagai bangsa. Ini saatnya kita merayakan,” terang Patub Porx, Art Director Asmara Art and Coffee Shop saat diwawancara di tengah kebisingan yang merdu (12/8).
Yunianto, "King" dan "Queen" karya Horestes Vica di Asmara Art and Coffee Shop (12/8)-Gudegnet/Trida
Ia menjelaskan, selain sudah merayakan hari kebebasan dari pemilu, saat yang dipilih juga sengaja ditepatkan bersamaan dengan Hari Raya Seni, dan menjadi bagian dari Jogja Art Weeks 2019.
Berbagai kegiatan dapat kita temui di sini. Pameran Visual Art yang berlangsung hingga 24 Agustus 2019 ini diikuti oleh 18 seniman. Di antaranya Setho Awan, Oscar Artunes, Horestes Vica, Fitri DK, dan lainnya.
Gudegnet/Trida
Selain pameran visual art ada juga live mural, screening film, sablonase, workshop stencil, lapak kreatif, live tattoo, dan musik.
"Punk Alive" adalah film pilihan yang discreening malam itu. Film ini disutradarai oleh sutradara muda, Rini Nur Mega. Mojang Bandung ini kerap dipanggil Borin.
Salah satu kegiatan menarik adalah live tatto oleh Diseneni Bertattoo. Studio tato besutan kumpulan mantan mahasiswa ISI. Spesialisasi tato mereka adalah tato tradisional. Saat Gudegnet mengamati, salah satu dari mereka sedang mengerjakan 'pasien' menggunakan teknik tebori. Sehari-hari mereka dapat ditemui di area Sewon.
Alat tattoo tradisional-Gudegnet/Trida
"Diseneni bukan seperti bahasa Jawa dimarahi, tapi di setiap Senin dulu di Kampus ISI kami ada kegiatan tatto-in teman-teman. Biasanya pindah-pinsah fakultas," ujar , salah satu 'penjahit kulit' di Diseneni Bertattoo.
Kirim Komentar