Gudegnet - Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta (PBTY) dibuka pada Minggu (2/8). Berbagai pertunjukan kesenian serta kuliner disuguhkan untuk pengunjung acara tahunan yang diselenggarakan di Kampung Ketandan, 2-8 Februari 2020 ini. Tahun ini, untuk pertama kalinya PBTY menghadirkan Pameran Koleksi Peranakan Tionghoa.
Pameran tersebut digelar di House of Kapiten Tan Djin Sing. Rumah ini dahulu merupakan tempat tinggal seorang tokoh Tionghoa bernama Tan Djin Sing.
Siapakah Tan Djin Sing? Dalam penjelasan yang ditempel di bagian depan rumah, diceritakan bahwa Keraton Yogyakarta tercatat pernah menempatkan seorang keturunan Tionghoa mengemban posisi bupati pada era Sri Sultan HB III.
Dialah Tan Djin Sing, Bupati Nayoko di Keraton Yogyakarta yang menyandang gelar Raden Temenggung Secodiningrat. Ia merupakan suami dari puteri tunggal Kapiten Tionghoa kala itu, Yap Sa Ting Ho, yang bernama U Li. Setelah mertuanya meninggal, Tan Djin Sing melanjutkan tongkat estafet sebagai kapiten.
Dengan posisi itu ia pun memimpin masyarakat Tionghoa di Yogyakarta. Ia berhasil mengemban posisinya dengan baik. Masyarakat setempat mengenalnya sebagai sosok yang cakap dan pandai.
Agus Handoko, Ketua Divisi Pameran PBTY, mengatakan, rumah ini diperkirakan sudah ada sejak tahun 1800-an.
"Rumah ini dibeli lalu direnovasi oleh pemerintah tiga tahun lalu. Kita kembalikan ke semula. Untuk PBTY ini memang kita set sebagai living museum. Jadi kehidupan atau rumah tangga orang Tionghoa peranakan zaman dulu kurang lebih seperti ini," kata Agus kepada GudegNet, Minggu (2/2).
Menurut Agus, bentuk rumah masih sama seperti zaman dulu, dengan beberapa perbaikan. Pengunjung bisa melihat koleksi barang-barang dan perabot peranakan. Menurut Agus perabot tersebut buatan 1900-an hingga 1960-an. Dipamerkan pula busana-busana peranakan.
Selain melihat seisi rumah, para pengunjung juga akan dapat mencoba ramal keberuntungan, salah satu tradisi peranakan Tionghoa saat Imlek. Pada tanggal 3-7 Februari 2020, digelar berbagai acara seperti cooking class, sarasehan batik Tionghoa, Festival Dimsum, hingga peragaaan tata cara minum teh.
Agus berharap, anak-anak muda dapat lebih mengenal lagi leluhurnya. “Dulu kehidupan pendahulu-pendahulu kita itu seperti ini lho, tradisinya seperti ini lho. Supaya lebih mengenal, tidak punah. Sayang kalau punah," tuturnya. Penasaran? Selama gelaran PBTY rumah ini dibuka pukul 17.00-22.00.
Kirim Komentar