Gudeg.net—OM (Orkes Melayu) Wawes meluncurkan album pertama sertelah pandemi berlangsung, di Frog Shelter, Condongcatur, Rabu (19/8). Album ini diberi judul “Restu” dan diluncurkan bersamaan dengan buku “Babat Alas Dangdut Anyar”yang ditulis oleh Michael HB Raditya.
Album “Restu” ini adalah impian OM Wawes sebagai band dangdut, mereka sengaja ingin membuat album untuk melengkapi perjalanan karir di genre musik dangdut. Album ini juga diharapkan menjadi stimulan untuk grup dangdut lainnya yang belum berpikir untuk membuat album penuh.
Menurut mereka, memiliki album adalah kewajiban bagi sebuah band. Dhyen, vokalis Om Wawes mengatakan, dalam scene musik dangdut dari dulu pendengar sudah dimanjakan oleh single-single yang dirilis secara cuma-cuma di Youtube maupun platform digital lainnya.
“Nah ini waktunya bagaimana kita sekaligus mengedukasi pendengar dangdut agar bisa menikmati karya eksklusif dan mengapresiasi sebuah karya dengan membeli album fisik,” kata pria yang bernama lengkap Dhyen Ganjar Prabowo saat peluncuran berlangsung.
Dalam album ini Om Wawes turut melibatkan beberapa kolaborator; Ode yang mengisi cello untuk lagu "Aku Sing Mundur", Zaenal Produk Gagal mengisi harmonica di lagu "Aku Wis Trimo", PamPam mengisi saxophone di lagu "Yen Wis", Pendhoza di lagu "Sabaro Sedelo", dan Nufi Wardhana di lagu "Ilang Roso".
Selain itu, OM Wawes yang beranggotakan Dhyen Gaseng (Vokal), Louis David (Kendang), Tony Kurniawan (Drum) dan Bayu Garninda (Gitar) juga masih dibantu sejumlah musisi additional yakni; Dibyo Imam (bass), Julian (Keyboard), Iwank (Trombone), dan Dodi (Trumpet).
Semua materi lagu di album “Restu” ditulis oleh Louis David, kecuali lagu "Bedo Agomo" (Tony Kurniawan), “Yen Wis” (Dwi Geghana), “Sabaro Sedelo” (Sandios), dan “Ilang Roso” (Dhyen & Dwi Geghana).
Awalnya album “RESTU” tadinya akan dirilis pada bulan April 2020. Namun, dengan berbagai pertimbangan terkait pandemi, akhirnya baru dirilis Agustus 2020 ini.
Format fisiknya pun berubah. Rancangan awal album ini akan dikemas dalam bentuk boxset, namun agar bisa terjangkau di tahun pandemi ini, akhirnya disederhanakan dan lebih ekonomis dengan berisi; t-shirt, buku, dan CD yang dikemas dalam totebag.
Sedangkan buku “OM Wawes: Babat Alas Dangdut Anyar” setebal 276 halaman ini berisikan perkembangan musik dangdut sejak era awal hingga hari ini. Buku ini juga dimaksudkan untuk menarik minat baca anak muda, terutama penggemar musik dangdut.
Buku ini merupakan inisiatif OM Wawes untuk mencatat kerja mereka selama mengarungi dunia dangdut di Yogyakarta.
Inisiatif dan kesadaran yang tidak lazim dilakukan oleh musisi dangdut, baik di dunia dangdut nasional ataupun lokal. Alih-alih berisikan biodata personal, buku ini justru mengartikulasikan konstelasi dangdut di Yogyakarta sebelum dan sesudah mereka hadir.
Pada bagian awal, pembaca akan dibawa dengan sekejap pada keadaan dangdut berturut-turut di tahun 1970, 1980, 1990, 2000, dan 2010-an.
Baru setelahnya, buku ini menceritakan perjalanan OM Wawes, mulai dari format penyanyi solo, electone, hingga band.
Juga berisikan cerita perjalanan mereka, mulai dari biduan perempuan, lagu yang disajikan, hingga kiblat musikal yang membuat membuat OM Wawes “jatuh bangun” menapaki karier di musik dangdut.
Kirim Komentar