Gudeg.net – Bertempat di Coffee Wae kelompok musik Dendang Kampungan (DK) kembali meluncurkan album bertepatan dengan Hari Buruh Internasional (May Day), Senin (1/5) sore. Sebelumnya DK telah menghasilkan dua album berjudul ‘Dendang Kampungan’ dan ‘Masih Kerja’. Pada album ketiga yang diberi tajuk album ‘Anker’ merupakan singkatan dari Anti Kekerasan. Terdapat tujuh lagu lama yang diaransemen ulang dengan beberapa sentuhan baru dengan masuknya dua personil baru Ikhsan (gitar) dan Tajam Pariwangi (rhytm) sehingga memberikan warna musik yang lebih segar.
Kelompok musik Dendang Kampungan saat peluncuran album “Anker” di Coffee Wae, Senin (1/5) malam. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)
Dendang Kampungan merupakan kelompok musik yang terbentuk dari kolektif kebudayaan bernama Taring Padi yang sebagian besar merupakan seniman-perupa. Selain menggunakan seni rupa, Taring Padi sadar bahwa komponen musik, sastra, dan seni pertunjukan merupakan medium yang efektif untuk menyuarakan realitas persoalan secara kompleks yang terjadi di masyarakat suatu bangsa. Musik mudah diterima dan dipahami oleh masyarakat.
Ketujuh lagu tersebut adalah Masih Kerja, Rembang Melawan, Pembohong, Kambing Hitam, Rebut Tanah Kita, Sama Kenyang, “ANKER” (Anti Kekerasan). “ANKER”. Anti Kekerasan, merupakan lagu berirama punk dengan lirik tegas menolak segala bentuk kekerasan. Judul lagu ini dipilih karena dianggap mewakili situasi saat ini, dimana kekerasan menjadi sebuah “budaya” ditengah kehidupan masyarakat.
Dalam acara peluncuran album Anker, anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Yogyakarta Bambang Muryanto menyoroti tentang praktik kekerasan yang masih marak terjadi di masyarakat. “Ada tiga kekerasan yang masih kerap hadir di masyarakat. Kekerasan terbuka contohnya kekerasan jalanan yang kerap dilakukan remaja di Yogyakarta bahkan mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Berikutnya kekerasan struktural dimana bahkan negara kerap turut hadir di sana. Eksploitasi sumberdaya alam kerap menghadapkan negara dengan warganya dalam konflik dan kekerasan. Ketiga kekerasan kultural dalam bentuk simbol-simbol oleh kelompok-golongan tertentu yang berdampak secara langsung ataupun tidak langsung digunakan untuk mengintimidasi bahkan menekan pihak lain.” papar Bambang saat memberikan sambutan peluncuran album ‘Anker’, Senin (1/5) sore.
Narahubung DK Patub Porx kepada Gudeg.net saat mempersiapkan peluncuran Rabu (26/4) menjelaskan ketujuh lagu tersebut direkam dalam bentuk pita kaset. Ketika format digital telah menjadi realitas masyarakat hari ini, musik yang direkam dalam kaset pita bisa jadi menjadi hal yang asing dan aneh terutama bagi generasi muda.
“Masternya dibuat dalam format digital namun albumnya diluncurkan dalam bentuk analog kaset pita, meski begitu ada dua lagu yang diluncurkan di kanal musik digital. Cukup mahal untuk sebuah kaset pita, namun cukup murah untuk sebuah dokumentasi peristiwa. Ha ha ha.” jelas Patub sambil berkelakar.
Personil DK saat ini berjumlah enam orang, yakni Fitri DK (vokalis), Dodi Irwandi (bass), Toleriansah (drum/kajon), Ikhsan (lead guitar), Tajam Pariwangi (rhytm), Patub Porx (perkusi).
Selain peluncuran album ‘Anker, Anti Kekerasan’ digelar pula presentasi karya dalam tema anti kekerasan melibatkan dua puluh empat seniman di ruang pajang Coffee Wae. Dusun Tempuran RT 09 No. 451 F Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta.
Pameran seni rupa bertajuk “Anti Kekerasan” di Coffee Wae. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)
Pengunjung mengamati karya pada pameran seni rupa bertajuk “Anti Kekerasan” di Coffee Wae. (Foto : Moh. Jauhar al-Hakimi)
Kirim Komentar