
"Ternyata, setelah beberapa kali ke luar negeri, saya baru tahu bahwa gamelan merupakan simphoni kedua di dunia setelah orkestra. Hal luar biasa ini harus kita sikapi dengan melestarikan dan mengembangkan budaya ini," kata Sapto Raharjo kepada GudegNet di kediamannya, Jl. Gayam 16, Yogyakarta (09/07).
Menurut mbah Sapto, panggilan akrab Sapto Raharjo, pelestarian gamelan dapat dilakukan dengan memperkenalkan gamelan kepada generasi muda serta pembinaan terhadap mereka dengan dukungan dari berbagai.
"Gamelan harus diperkenalkan kepada generasi muda. Jika tidak dikenalkan, mana mungkin mereka akan suka. Tak kenal maka tak sayang. Di komunitas Gayam 16 ada beberapa kegiatan budaya khusus untuk youngsters seperti rembug budaya, kursus, dll," tegasnya.
Saat ini, komunitas Gayam 16 mendapat dukungan dari Pemerintah Kota Yogyakarta yang memberikannya tempat untuk menggelar sejumlah kegiatan budaya dengan memanfaatkan salah satu gedung di Balai Kota Yogyakarta sebagai tempat untuk kegaiatan rutin mereka.
Rencana terdekat Sapto Raharjo untuk memperkenalkan gamelan kepada generasi muda adalah dengan menempatkan instrumen yang umumnya terbuat dari perunggu dan kuningan ini di Taman Pintar sebagai wahana belajar anak-anak. Menurutnya, hal ini telah dibicarakan dan disetujui oleh pihak Pemkot, namun harus menunggu penyelesaian beberap bangunan di sana.
"Ke depan, saya ingin menempatkan gamelan di Taman Pintar. Jadi di sana tidak hanya ada robot dan komputer, tapi juga gamelan," katanya sambil tertawa.
Sapto Raharjo adalah seorang seniman yang identik dengan gamelan. Tak hanya gamelan tradisi, Sapto juga melakukan ekplorasi gamelan dengan menggunakan teknologi modern seperti komputer dan synthesizer. Perannya bagi perkembangan gamelan semakin jelas ketika ia membuat festival internasional "Yogyakarta Gamelan Festival" pada tahun 1995.
Kirim Komentar