Dalam acara "Sembari Minum Kopi" Minggu malam (11/11), pembawa berita dan reporter
Metro TV, Meutya Hafid menceritakan dengan lengkap pengalamannya ketika disandera
oleh pejuang Mujahidin Irak dalam tugas jurnalistiknya.
Pertama kali disekap oleh oleh tiga orang tak dikenal, Meutya yang waktu itu
bersama rekannya juru kamera Budiyanto hanya pasrah dan tidak dapat berbuat apa-apa,
apalagi motif penyandera juga belum jelas.
Sebagai perempuan, meski terbersit rasa takut yang mendalam tentang keselamatannya,
presenter kelahiran Bandung, 3 Mei 1978 ini tetap mencoba untuk tenang dan kooperatif
dengan penyandera untuk menghindari hal yang tidak diinginkan.
Setelah lima hari dalam sekapan, Meutya yang terbiasa untuk mobile dalam melaksanakan pekerjaannya mulai berontak setelah merasakan bahwa kebebasannya
sebagai manusia dirampas begitu saja oleh orang tak dikenal.
"Setelah lima hari disandera, saya baru merasa bahwa saya tidak bisa terus-terusan
pasrah seperti ini. Saya mencoba berontak dengan berusaha melakukan pendekatan
persuasif kepada penyandera. Saya mulai ngobrol dengan mereka tentang segala hal,
keluarga, negara dll," aku Meutya dengan mata berkaca-kaca.
Dua hari sesudahnya, 22 februari 2005, bersama rekannya Budiyanto, Meutya akhirnya
dibebaskan setelah mengalami penyanderaan selama tujuh hari sejak 15 Februari
2005. Mereka dibebaskan karena penyandera tidak mendapati mereka dapat membahayakan
gerakan pejuang Mujahidin Irak di samping peran berbagai pihak termasuk Presiden
Susilo dalam pembebasan mereka.
Menurut Meutya, pengalamannya ini merupakan pengalaman paling berharga dan berkesan
dalam hidupnya meski ketika untuk menceritakan ulang peristiwa tersebut, perempuan
yang pernah belajar di Crescent Girls School Singapore dan School of Manufacturing Engineering UNSW Sydney Australia ini harus menitikkan air mata atau sekadar berkaca-kaca.
Buku tersebut mungkin dapat menjadi alternatif bagi mereka yang tidak ingin atau
tidak dapat bertanya langsung kepada Meutya perihal pengalamannya selama tujuh
hari disandera pejuang Mujahidin Irak.
Jika tertarik dengan pengalaman Meutya Hafid, baca buku "168 Jam Dalam Sandera:
Memoar Seorang Jurnalis yang Disandera di Irak". Beberapa pihak turut menyumbang
isi buku tersebut sepert Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Don Bosco Selamun
(Pemimpin Redaksi Metro TV 2004-2005) dan R.M. Marty M. Natalegawa (Mantan Juru
Bicara Departemen Luar Negeri).
Kirim Komentar