Dalam hal menjual daya tarik wisata, Indonesia masih memiliki kelemahan dalam hal packaging, sehingga sesungguhnya apa yang dimiliki Indonesia banyak yang jauh lebih menarik apabila, misalnya, dibandingkan dengan Malay Heritage Center di Singapura yang landmark-nya hanya sebuah Rumah Minangkabau saja.
Ini yang mendorong penerbit di Indonesia untuk menerbitkan dan membuat tulisan-tulisan yang masuk ke dalam kategori traveling, yang baru muncul sekitar lima tahun yang lalu. Semuanya itu didasari pemikiran bahwa apabila digarap secara serius, pariwisata di Indonesia sesungguhnya sangat menjanjikan. Demikian diungkapkan oleh Salman Farid kepada GudegNet Sabtu lalu (8/8) di FoodFezt Yogyakarta.
Pria yang menjabat sebagai CEO Bentang Pustaka ini menambahkan, kemudahan yang ada pada saat ini seperti misalnya teknologi blog, juga memiliki peranan dalam semakin mempopulerkan tulisan-tulisan traveling di masyarakat.
Dengan adanya tulisan-tulisan seperti itu, apalagi yang telah berhasil diterbitkan sebagi buku, diharapkan dapat semakin membuka mata masyarakat luas umumnya dan kaum muda khususnya bahwa banyak hal yang dapat diperoleh dan dipetik selama mengadakan perjalanan atau traveling, jadi tidak melulu bersenang-senang belaka.
Pendapat tersebut dibenarkan oleh Matatita, yang belum lama ini meluncurkan buku traveling pertamanya yang berjudul Tales From The Road. Menurutnya, hal yang menariknya selama perjalanan bukanlah pada pemandangan atau landscape suatu lokasi tertentu yang sedang dikunjungi, akan tetapi yang menarik perhatiannya adalah sisi sosial budaya masyarakat di tempat tersebut yang menarik untuk diamati dan dipahami, yang kelak sangat bermanfaat untuk pengayaan wawasan dan pemahaman seseorang atas budayanya sendiri.
Bagi Matatita sendiri, buku yang baru saja diterbitkannya tersebut diharapkan dapat menjadi pemicu bagi siapapun yang memiliki kesempatan dan waktu untuk jalan-jalan nampin tidak pernah dituangkan dalam bentuk tulisan lain, selain dalam bentuk laporan perjalanan kerja saja.
Jadi singkatnya, menurut perempuan yang juga pimpinan Regolmedia ini, traveling baginya adalah bukan melulu melihat pemandangan-pemandangan yang indah, akan tetapi lebih dimaknai sebagai experiencing diferent culture agar dapat menjadi sarana refleksi bagi diri sendiri, yang kemudian dapat menjadi sebuah bahan tulisan agar dapat dibaca dan dapat dijadikan sarana refleksi oleh lebih banyak orang lagi.
Ini yang mendorong penerbit di Indonesia untuk menerbitkan dan membuat tulisan-tulisan yang masuk ke dalam kategori traveling, yang baru muncul sekitar lima tahun yang lalu. Semuanya itu didasari pemikiran bahwa apabila digarap secara serius, pariwisata di Indonesia sesungguhnya sangat menjanjikan. Demikian diungkapkan oleh Salman Farid kepada GudegNet Sabtu lalu (8/8) di FoodFezt Yogyakarta.
Pria yang menjabat sebagai CEO Bentang Pustaka ini menambahkan, kemudahan yang ada pada saat ini seperti misalnya teknologi blog, juga memiliki peranan dalam semakin mempopulerkan tulisan-tulisan traveling di masyarakat.
Dengan adanya tulisan-tulisan seperti itu, apalagi yang telah berhasil diterbitkan sebagi buku, diharapkan dapat semakin membuka mata masyarakat luas umumnya dan kaum muda khususnya bahwa banyak hal yang dapat diperoleh dan dipetik selama mengadakan perjalanan atau traveling, jadi tidak melulu bersenang-senang belaka.
Pendapat tersebut dibenarkan oleh Matatita, yang belum lama ini meluncurkan buku traveling pertamanya yang berjudul Tales From The Road. Menurutnya, hal yang menariknya selama perjalanan bukanlah pada pemandangan atau landscape suatu lokasi tertentu yang sedang dikunjungi, akan tetapi yang menarik perhatiannya adalah sisi sosial budaya masyarakat di tempat tersebut yang menarik untuk diamati dan dipahami, yang kelak sangat bermanfaat untuk pengayaan wawasan dan pemahaman seseorang atas budayanya sendiri.
Bagi Matatita sendiri, buku yang baru saja diterbitkannya tersebut diharapkan dapat menjadi pemicu bagi siapapun yang memiliki kesempatan dan waktu untuk jalan-jalan nampin tidak pernah dituangkan dalam bentuk tulisan lain, selain dalam bentuk laporan perjalanan kerja saja.
Jadi singkatnya, menurut perempuan yang juga pimpinan Regolmedia ini, traveling baginya adalah bukan melulu melihat pemandangan-pemandangan yang indah, akan tetapi lebih dimaknai sebagai experiencing diferent culture agar dapat menjadi sarana refleksi bagi diri sendiri, yang kemudian dapat menjadi sebuah bahan tulisan agar dapat dibaca dan dapat dijadikan sarana refleksi oleh lebih banyak orang lagi.
Kirim Komentar