
Pameran tersebut akan menampilkan sebagian besar karya-karya yang dibuat Sidharta sejak masa awal karirnya di tahun 1950-an hingga karya terakhirnya, berupa patung, lukisan dan grafis pada sekitar tahun 2006.
"Pameran ini merupakan penghormatan dan penghargaan dari rekan-rekan seniman dan keluarga bagi Gregorius Sidharta Soegijo atas segala pencapaiannya dalam bidang seni rupa selam ini," kata kurator pameran, Rizki A Zaelani di Jogja National Museum (JNM), Rabu (20/1).
Selain menampilkan sekitar 72 karya yang terdiri dari 45 patung, 17 lukisan, dan 10 karya cetak, pameran ini juga akan menampilkan film dokumenter tentang perjalanan hidup dan karir kesenimanan Sidharta dari awal hingga akhir masa hidupnya.
Menurut Rizki, Sidharta yang lahir di Yogyakarta pada 30 November 1932 adalah seorang seniman yang karyanya berada dalam lipatan antara jaman sudjojono namun juga tetap mempertahankan unsur tradisi yang masih cukup kental dalam sebagian karyanya.
"Sebagai seniman, Sidharta memang banyak dikenal sebagai seniman patung moderen yang tak hanya terpak pada satu gaya berkarya saja, tapi cenderung berubah-ubah, seperti membuat karya abstrak, figuratif, realis, patung berwarna, dll," ujarnya.
Rizki menambahkan, pada pameran ini setidaknya disuguhkan karya-karya Sidharta yang memiliki kecenderungan gaya konservatif, abstraksi, hingga mitologi.
Meski tak seagung nama Edhi Sunarso, peran dan keberadaan Gregorius Sidharta Soegijo tak bisa begitu saja dinafikkan di dunia seni rupa Indonesia, khususnya seni patung. Karya patung garuda tiga dimensi di Gedung DPR/MPR Senayan adalah salah satu dari sekian karya monumentalnya, di samping sejumlah karya pribadi yang juga berkelas.
Sidharta lahir di Yogyakarta 30 November 1932. Ia mulai menempuh pendidikan seni di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta pada tahun 1953 dan kemudian pada tahun 1957 melanjutkan studinya di Jan Van Eijk Academie voor Beeldende Kunst di Maastricht, Belanda. Pada tahun 1965 Sidharta meninggalkan Yogyakarta untuk merintis Jurusan Seni Patung di Institut Teknologi Bandung (ITB) dan mengabdikan diri sebagai tenaga pengajar di Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB hingga saat pensiunnya di tahun 1997.
Setelah pensiun, Sidharta kembali ke kampung halamannya di Yogyakarta. Di kota tersebut pada tahun 2000, ia bersama para seniman pematung Yogyakarta mendirikan Asosiasi Pematung Indonesia (API), yang berhasil menghimpun sekitar 120 orang pematung dari berbagai kota di Indonesia. Sidharta memimpin asosiasi ini selama dua periode hingga tahun 2006.
Selain memimpin API, Sidharta di masa pensiunnya tetap aktif berkarya dan berpameran. Sidharta yang telah menyumbangkan sebagian besar hidupnya untuk mengembangkan seni rupa di Indonesia, dipanggil kembali oleh Sang Pencipta pada 30 Oktober 2006 pada usia 74 tahun.
Pameran "Homage: G. Sidharta dalam Seni Rupa Indonesia" direncanakan akan dibuka oleh Walikota Yogyakarta, Herry Zudianto pada Jumat, 22 Januari 2010 di Jogja National Museum (JNM). Pameran akan berlangsung hingga 5 Februari mendatang.
Kirim Komentar