
"Filosopisang adalah realisasi tema ide kreati saya yang bermakna filosofi pisang, merupakan dasar pemikiran dalam menuangkan ispirasi berkarya. Pada konsep penciptaan karya, saya mengacu pada filosofi sebuah tananaman tropis yang berasal dari Asia Tenggara, terutama Indonesia dan kini telah tersebar keseluruh dunia," kata Kik Wahyu Pesang di BBY, Minggu (14/2).
Dipaparkan Kik Wahyu, pisang yang memiliki nama latin Musa Sp, di Indonesia tanaman pisang melambangkan kesejahteraan pemilinya dan merupakan bagian dari peradaban kehidupan manusia.
Tanaman ini banyak memiliki kugunaan, fungsi formal dan non formal yang multifungsi untuk kehidupan sehari-hari, upacara-upacara adat bahkan untuk permainan anak. Selain memiliki varietas banyak, yang menarik bagi saya tanaman pisang memiliki makna filosofi hidup yang tinggi, walau siklus hidupnya tidak terlalu panjang, dia memberikan manfaat bagi kehidupan disekitarnya. Beregenerasi untuk mempertahankan keturunan dengan tunas tumbuh silih berganti memaknai kehidupan, di tebangpun tetap akan tumbuh dan bertunas.
Dengan gaya realistik pisangisme, Wahyu meramu filosofi pisang dengan gejolak politik, sosial, ekonomi, budaya maupun lingkungan yang membentuk karakter, persepsi, simbolik hingga kamuflase yang akan menciptakan metafor-metafor baru.
"Proses kreatif saya terus berjalan untuk mencari bentuk dan ciri khas, sehingga sebagian karya ada yang berbentuk 3 dimensi atau instalasi karena memiliki konsep lukisan kanvas dengan material dari kayu untuk rangkanya yang dibalut kanvas dan finishing menggunakan cat minyak," katanya.
Menurut Kurator pameran tunggal Filosopisang ini, Ons Untoro yang menilai karya-karya Kik merupakan pengalaman peremungan pohon pisang yang diformulasikan sebagai pisangisme. "Karya-karya yang dipamerkan di BBY ini, semunya mereprentasikan pisang dari berbagai macam visual yang dihasilkan Kik Wahyu yang tidak pernah lepas dari bagian-bagian pisang," katanya.
Kik Wahyu tahu, bahwa balita tidak lepas dari buah pisang. Pada karya yang berjudul "Heaven niceday", Ia menyajikan visual seorang bayi tertidur terlelap yang dibungkus daun pisang. "Mungkin yang tepat bukan dibungkus melainkan bayi tertidur terlelelap dengan alas daun pisang yang menarik ada daun pisang yang masih hijau. Namun ada juga daun pisang yang sudah mengering dengan warna cokelat klaras," ujar Ons Untoro.
Ditambahkan Ons Untoro, rupanya sebagai perupa Kik Wahyu tidak meninggalkan lingkungan sekitar untuk mempelajari persoalan kehidupan yang kompleks dan pohon pisang yang dia ambil selain mungkin dekat dengan kehidupannya. Karena pohon ini, setidaknya bagi Kik Wahyu mengajarkan akan pengorbanan. sementara di negeri ini, selama yang sering terdengar adalah dikorbankan, bedanya jauh dengan peorbanan. Dalam kisah pewayangan, Bisma juga mengajarkan pengorbanan untuk orang lain, semoga tidak membuang pisang, malah sebaliknya, bersedia berkorban untuk orang lain.
Kirim Komentar