![](/images/upload/tumplak_wajik.jpg)
Staf Tepas Keprajuritan Keraton Ngayogyakarta Hadinigrat, Riyo Yoso Kanowo mengungkapkan, prosesi ini diawali dengan penyerahan ubo rampe dari Sultan HB X kepada KRT Purwodinigrat yang kemudian didoakan oleh Ponco Kaji atau kaum.
"Setelah didoakan wajik yang sudah ada kemudian ditumpahkan untuk dibuat rangka gunungan wadon. Selama prosesi tumplak wajik, diiringi oleh gejok lesung oleh abdi dalaem keparak," ujarnya.
Setalah itu, Riyo memaparkan bahwa sebelum wajik ditumpahkan ke dalam tempat pembuatkan rangka gunungan, para ponco kaji mendoakan keselamatan Sultan dengan Luhuring Asma Dalem dan Wilusuf Asma Dalem. Semua doa berpusat kepada Sultan HB X sebagai raja dan memohan keselamatan bagi masyakat yang tinggal di DIY.
Hiasan gunungan wadon ini semua berbahan dasar dari ketan dimana tumplak wajik dalam setahun hanya dilakukan tiga kali,diantaranya maulud dan grebeg sedangkan untuk bulan puasa tidak dilakukan prosesi ini.
"Setelah prosesi usai, warga banyak yang mengoleskan Dlingo Bengle atau empon-empon yang warnanya kuning dibagian leher mereka sebagai simbol penolak bala," tandasnya
Pembuatan gunungan akan dilakukan hingga hari Kamis (25/2) oleh abdi dalem KHP Wahana Sapta Kriya di Panti Pareden yang kemudian akan dibawa ke Bangsal Ponconiti dan Siti Hinggi Jumat paginya untuk persiapan prosesi gunungan.
Prosesi ini merupakan simbolisasi dari pengumpulan bahan gunungan berupa hasil-hasil bumi yang dibuat gunungan yang nantinya akan di doakan di Masjid Gede Kauman dan dibawa ke Puro Pakualaman.
Kirim Komentar