Di bawah temaram cahaya bulan yang sedikit tertutup awan, suasana Klenteng poncowinatan, Rabu malam (22/9) terlihat sangat meriah oleh banyaknya orang yang berkumpul di halaman Klenteng yang ada di Jl. Poncowinatan Yogyakarta itu.
Suara khas musik iringan tarian barongsai dan liong membuat nuansa malam itu semakin lekat budaya Tionghoa. Betapa tidak, ratusan Warga Tionghoa malam itu Rabu (22/9) sedang merayakan Bulan Purnama atau Tiong Jiu di Klenteng Poncowinatan Yogyakarta.
Perayaan Tiong Jiu adalah ritual kaum Tioonghoa yang paling populer di kalangan masyarakat Tionghoa di berbagai penjuru dunia. Meski demikian, perayaan Tiong Jiu di Indonesia baru dirayaka untuk kedua kalinya. Yang pertama pada tahun tahun lalu dan pada tahun ini.
Kegiatan yang digagas Jogja Chinese Art and Culture Centre (JCACC) ini bertujuan untuk merayakan bulan purnama yang muncul secara penuh setiap tanggal 15. Perayaan tersebut juga dilengkapi dengan pembagian kue bulan kepada rakyat yang hadir dalam kegiatan ini khususnya memberikan bantuan kepada masyarakat kurang mampu.
Ketua Panitia Tiong Jiu, Agung Budiyono menyatakan, tradisi Tiong Jiu ini diisi dengan ritual sembayang untuk mengenang tokoh yang telah tiada. Ritual tersebut sebagai upaya memohon keselamatan, kedamaian dan kemakmuran bagi rakyat Tionghoa, rakyat Yogyakarta dan rakyat Indonesia pada umumnya.
Selain itu juga diadakan pelelangan kalung yang sudah dikalungkan di patung Budha Makto. Pelelangan kalung yang sebanyak sepuluh buah ini ditujukan kepada siapa saja dan bagi orang yang mengenakan kalung itu akan mendapatkan keselamatan dan serta kemurahan rejeki.
"Siapa saja boleh memiliki kalung ini asalkan berhasil memenangkan lelang. Siapa yang memakai kalung ini akan mendapat berkah. Sementara hasil lelang akan digunakan untuk pembangunan Klenteng," tuturnya.
Malam itu, perayaan Tiong Jiu yang dimeriahkan dengan berbagai macam atraksi kesenian Tionghoa seperti barongsai dan liong serta musik keroncong ini tak hanya bisa dihadiri dan dinikmati oleh warga Tionghoa saja, tapi juga warga sekitar dan komunitas lain.
Meski malam itu purnama tak dapat disaksikan dengan sempurna karena tertutup awan, tapi warga Tionghoa meyakini bahwa bulan purnama tetap ada namun tertutup oleh awan.
"Jika Imlek ada hujan diyakini banyak berkah namun kali ini karena suasana iklim yang tidak menentu ya bulan tidak terlihat, selain itu juga tidak ada makna tersendiri jika bulan tidak nampak," terangnya.
Pada perayaan tersebut, kue bulan juga disajikan sebagai simbo persatuan dan perdamaian antarumat Tionghoa di Yogyakarta. Jika hal ini bisa tercapai, maka diharapkan kedamaian dan kesatuan juga bisa dialami masyarakat di Indonesia.
Suara khas musik iringan tarian barongsai dan liong membuat nuansa malam itu semakin lekat budaya Tionghoa. Betapa tidak, ratusan Warga Tionghoa malam itu Rabu (22/9) sedang merayakan Bulan Purnama atau Tiong Jiu di Klenteng Poncowinatan Yogyakarta.
Perayaan Tiong Jiu adalah ritual kaum Tioonghoa yang paling populer di kalangan masyarakat Tionghoa di berbagai penjuru dunia. Meski demikian, perayaan Tiong Jiu di Indonesia baru dirayaka untuk kedua kalinya. Yang pertama pada tahun tahun lalu dan pada tahun ini.
Kegiatan yang digagas Jogja Chinese Art and Culture Centre (JCACC) ini bertujuan untuk merayakan bulan purnama yang muncul secara penuh setiap tanggal 15. Perayaan tersebut juga dilengkapi dengan pembagian kue bulan kepada rakyat yang hadir dalam kegiatan ini khususnya memberikan bantuan kepada masyarakat kurang mampu.
Ketua Panitia Tiong Jiu, Agung Budiyono menyatakan, tradisi Tiong Jiu ini diisi dengan ritual sembayang untuk mengenang tokoh yang telah tiada. Ritual tersebut sebagai upaya memohon keselamatan, kedamaian dan kemakmuran bagi rakyat Tionghoa, rakyat Yogyakarta dan rakyat Indonesia pada umumnya.
Selain itu juga diadakan pelelangan kalung yang sudah dikalungkan di patung Budha Makto. Pelelangan kalung yang sebanyak sepuluh buah ini ditujukan kepada siapa saja dan bagi orang yang mengenakan kalung itu akan mendapatkan keselamatan dan serta kemurahan rejeki.
"Siapa saja boleh memiliki kalung ini asalkan berhasil memenangkan lelang. Siapa yang memakai kalung ini akan mendapat berkah. Sementara hasil lelang akan digunakan untuk pembangunan Klenteng," tuturnya.
Malam itu, perayaan Tiong Jiu yang dimeriahkan dengan berbagai macam atraksi kesenian Tionghoa seperti barongsai dan liong serta musik keroncong ini tak hanya bisa dihadiri dan dinikmati oleh warga Tionghoa saja, tapi juga warga sekitar dan komunitas lain.
Meski malam itu purnama tak dapat disaksikan dengan sempurna karena tertutup awan, tapi warga Tionghoa meyakini bahwa bulan purnama tetap ada namun tertutup oleh awan.
"Jika Imlek ada hujan diyakini banyak berkah namun kali ini karena suasana iklim yang tidak menentu ya bulan tidak terlihat, selain itu juga tidak ada makna tersendiri jika bulan tidak nampak," terangnya.
Pada perayaan tersebut, kue bulan juga disajikan sebagai simbo persatuan dan perdamaian antarumat Tionghoa di Yogyakarta. Jika hal ini bisa tercapai, maka diharapkan kedamaian dan kesatuan juga bisa dialami masyarakat di Indonesia.
Kirim Komentar