Jogja masih terbukti berjaya dalam hal seni rupa di tanah air. Betapa tidak, sebanyak 29 dari keseluruhan 51 seniman yang turut dalam pameran ilustrasi cerpen Kompas 2009 berasal dari Jogja
Setelah digelar untuk pertama kalinya pada tahun 2003 lalu, tahun ini pameran ilustrasi Kompas cerpen Kompas kembali digelar di enam kota di Indonesia. DI Yogyakarta, pameran tersebut diselenggarakan pada 18-26 September mendatang di Bentara Budaya Yogyakarta (BBY).
Mengingat dominasi seniman Jogja yang turut dalam pameran ilustrasi cerpen kompas 2009 kali ini, maka tidaklah mustahil jika nantinya karya yang terbaik merupakan karya seniman dari Jogja.
Setidaknya, dua seniman asal Jogja telah dinominasikan dalam pameran tahunan yang memuat karya seni rupa atau ilustrasi yang disandingkan dengan karya sastra atau cerpen yang tayang setiap Minggu di Harian Kompas tersebut.
"Setelah diskusi dan perdebatan yang panjang dengan anggota juri lainnya, Eddy Soetriyono, akhirnya sampai juga pada tahapan nominasi utama, di antara tiga karya Arie Diyanto dan Eko Nugroho dari Jogja serta Davy Linggar dari Jakarta," kata salah satu juri ilustrasi cerpen Kompas 2009, Jean Couteau.
Bagi Jean, ilustrasi yang baik seharusnya berkaitan secara langsung dengan tema naratif cerpen yang ada, yang akhirnya juga mampu melampauinya dengan menyumbangkan makna simbolis yang memperluas ruang tafsir.
"Ilustrasi yang canggih tak hanya tafsir jitu yang tertutup pada paragraf dan kalimat penutup saja, tapi juga mampu mewujudkan wujud visual untuk meneruskan dan memperkaya sekian pertanyaan di ruang imagi cerpen yang bersangkutan," terangnya seraya mengatakan bahwa jika hal itu terwujud, maka bukan tidak mungkin ilustrasi itu bisa menjadi sebuah genre tersendiri
Dari pandangan Jean, ilustrasi "maling" karya Arie mengisahkan tentang pengalaman seorang pemuda yang dipercaya pengawas medan, sementara temannya beraksi mencuri barang-barang elektronik. Dia menyaksikan secara langsung bagaimana temannya dikeroyok sementara dirinya luput dari amukan masa.
"Karya "Maling" tersebut menggambarkan dengan baik dan penuh imajinasi adegan pengeroyokan, serta mampu menyiratkan sang narator melalui pilihan visual yang sugestif," tuturnya.
Sementara karya Davy Linggar "Rencana Hujan" bercerita tentang seorang anak dan ibu yang tersesat dan bingung untuk saling menemukan di bawah guyuran hujan. Davy justru tidak menampakkan karya realis dalam figur anak dan ibu, melainkan simbolis untuk lebih menggambarkan kemelut batinnya.
"Karya itu (Recana Hujan -red) adalah karya minimalis yang menawan," paparnya.
Sedangkan karya Eko Nugroho "Foto" bercerita tentang seorang wartawan yang mengkhianati prinsip dan kode jurnalistiknya. Dia menolak untuk mempublikasikan berita siksaan yang dialami oleh seorang aktivis yang juga seorang temannya.
Dalam karyanya tersebut, Eko menampilkan sosok yang wajahnya disamarkan oleh potongan-potongan kecil kain merah-putih. Sementara sang tokoh divisualkan hitam tengah mendekap erat sosok wajah yang mulutnya dibungkam.
"Kompleksitas nan simbolis yang disertai kesederhanaan penampilan visual menjadikan karya ini (Foto -red) lebih unggul dibandingkan dengan karya ilustrasi cerpen yang lain," ujarnya.
Dari 51 karya ilustrasi yang ada, bisa disimpulkan bahwa ilustrasi yang baik adalah yang memiliki kompleksitas pesan simbol yang slaras dengan tahapan tertentu, dan mampu melampauipesan simbolis dari narasi cerpen yang ada. Ilustrasi idealnya mampu menjadi genre yang otonom dari bidang lain seperti cerpen dll.
Kirim Komentar