Mengaku sebagai pribadi yang suka minder, Anang Dwi Yatmoko alias Anang Batas justru melambung tinggi, melewati keterbatasannya. Saat ini ia merogoh kocek sampai jutaan rupiah untuk membuat proyek idealis bernama "Universitawa" - sebuah pertunjukan yang menampilkan beberapa komedian yang menunjukkan sinergi diantara perbedaan. Ia tahu ia sedang berjudi dengan nasib. "Tiketnya terjual semua juga tidak menutupi biaya produksi," katanya. "Tapi saya percaya ini jadi semacam perjalanan dan ada pesan yang ingin disampaikan." Sayangnya, ia tak ingin disebut komedian. "Saya pembawa acara," katanya. Sembari menikmati secangkir kopi, ia menuturkan filosofi dan perjalanan hidupnya secara khusus kepada Gudeg.net. Simak wawancara lengkapnya di bawah ini!
Anda menciptakan lagu, bermain ketoprak, menjadi komedian. Sebenarnya Anda ingin fokus dimana?
Awalnya saya itu pembawa acara dan saya dikenal juga sebagai pembawa acara. Saya belajar banyak hal sebenarnya untuk menutupi kekurangan yaitu minderan. Saya minder karena dari desa. Saya juga minder karena tidak tampan, suara tidak bagus. Kalau biasanya hanya orang yang ganteng, bersuara bagus saja yang bisa tampil, kenapa tidak orang-orang seperti saya itu juga diberi ruang. Dan orang minder itu juga harus punya banyak kegiatan supaya tidak terus menerus sedih karena kekurangannya.
Lalu, bagaimana ceritanya Anda terlibat sebagai komedian?
Itu tadi. Ini sebagai cara bagi saya untuk terus menerus belajar.
Apa pekerjaan sebagai komedian ini bisa menghidupi?
Sampai saat ini saya hidup sebagai pembawa acara (master of ceremony - red). Dan ada klien yang sudah menggunakan jasa saya selama bertahun-tahun. Selama berproses saya juga tidak pernah menyebut angka (nominal - red)
Bagaimana bisa begitu?
Saya belajar untuk ikhlas. Dulu, saya pernah bilang ingin dibayar dengan harga tertentu (hanya kepada diri sendiri, tidak di depan klien - red). Tapi justru yang didapat kurang dari yang diharapkan. Saat ini saya iklas saja menerima mau dibayar berapa. Justru saya mendapatkan lebih. Sama halnya dengan proyek universitawa.
Apa hubungannya universitawa dangan keiklasan?
Semisal untuk urusan musik. Musik di universitawa sebenarnya bukan konsep awal. Namun, ketika perjalanan respon teman-teman luar biasa. Teman-teman yang membantu, merumuskan formula, berlatih serius sampai menggarap konsep musiknya. Dan itu di tengah-tengah.Yang membuat terharu itu karena support di tengah jalan banyak banget. Saya ikhlas. Yang penting jalan semuanya. Ada musisi, anak-anak kampus. Inisiatif datangnya dari mereka, saya tidak menawarkan.
Bagaimana pendapat Anda tentang pekerjaan yang sebelumnya dianggap kurang menjanjikan seperti komedian atau pembawa acara?
Bagi saya apapun yang dikerjakan secara serius dan sungguh-sungguh selalu menghasilkan. Apapun itu. Kuncinya satu: ikhlas menjalaninya.
Kirim Komentar