Perhelatan akbar Ngayogjazz identik hujan deras. Selama lima kali diadakan, hanya pentas di Kotagede pada November, 2011 yang tak diguyur hujan. Situasi seperti ini membuat Djaduk Ferianto memainkan strategi berbeda saat mengadakan Ngayogjazz 2013.
"Kami mencoba meminta bantuan Tuhan untuk menggeser hujan," kata Djaduk, saat ditanya gudeg.net di depan panggung Sayuk Rukun, Desa Wisata Sidoakur, Godean, Yogyakarta.
Bentuk "pertolongan" yang dimaksud ialah menggunakan jasa pawang hujan. Saat ditanya apakah ia menambah jumlah jasa "penggeser hujan" itu, Djaduk mengiyakan.
Pada kesempatan yang berbeda, Thia Destiani yang mengikuti Ngayogjazz setiap tahun mengatakan hujan tak akan menyurutkan antusiasme masyarakat untuk menyaksikan acara jazz rasa "gotong royong" tersebut. "Buktinya tiap Ngayogjazz digelar masyarakat tetap berbondong-bondong untuk nonton."
Menurutnya, acara ini tetap ramai meski penonton harus berbasah-basah. "Panitia perlu memikirkan kalau bisa Ngayogjazz digelar di musim kemarau saja," katanya.
Meskipun demikian, baginya, hujan justru akan memunculkan suasana romantis. "Dan juga masuk angin," kata perempuan penyuka Indra Lesmana, Barry Likumahuwa dan Rieke Roeslan ini.
Kirim Komentar