Suasana sejumlah mahasiswa saat memilih judul buku
Aktivis Green Map Yogyakarta, Elanto Wijoyo mengaku terkesan dengan eksistensi Karta Pustaka. Semenjak melakukan tugas pada tahun 2004 itulah Karta pustaka menjadi salah satu lokasi di Kotabaru yang direkam baik oleh para aktivis.
Green Map sendiri merupakan sebuah aktivitas berupa pembuatan peta yang dibuat oleh komunitas lokal yang memetakan potensi alam dan budaya suatu kawasan. "kami pandang Karta Pustaka merupakan lembaga yang menarik," ungkapnya.
Menyoal akan ditutupnya Karta Pustaka, Elanto mengaku cukup sedih. Ada hal yang sangat penting akan eksistensinya selama ini. Namun ia menilai, peran Karta Pustaka menjadi lembaga diplomasi kebudayaan dipandang sudah berhasil.
"Perlu adanya gerakan diplomasi baru, intinya saat Karta Pustaka dianggap sudah selesai misinya, maka perlu ada inisiatif baru, tidak perlu sama, namun semangatnya yang harus kita pertahankan."
Banyaknya pengurangan dana dibidang kebudayaan dan kerjasama ke sejumlah negara yang dekat dengan Belanda pun diakui memang turut menyumbang andil.
"Namun tidak kemudian semata-mata tidak ada donor dan kemudian tutup, memang sudah ada masanya untuk saling berganti peran. Staff internal sendiri kalau saya lihat juga sudah memasuki masa pensiun,"
Karta Pustaka sebagai ruang publik bagi komunitas kala itu sering dimanfaatkan menjadi lokasi untuk berbagai macam kegiatan. Ia nilai Karta Pustaka sangat berkarakter. Pertemuan antar komunitas dari berbagai latar belakang pun dapat membuat 1 simpul. Kemudian merebak menjadi banyak simpul komunitas.
"Saya cukup mengenal direktur Karta Pustaka, Bu Anggie dan juga staff-staff-nya, hal semacam inilah yang menjadi pembeda dengan lokasi lain, sangat dekat dan kekeluargaan,"katanya.
Informasi terakhir yang diterima Tim Gudegnet, buku-buku yang dirasa penting, essensial dan sakti, selanjutnya dihibahkan ke IVAA, Yayasan Teater Garasi dan dijual ke FIB UGM. Semoga semangat Karta Pustaka terus menginspirasi setiap insan yang pernah terlibat didalamnya.
Kirim Komentar