Toponim Jogja

Cukup 5 Menit Membaca Kisah 9 Pahlawan Ini Dijamin Bangga Jadi Orang Yogya

Oleh : Admin / Jumat, 14 Agustus 2015 10:39

Sekitar 15 tahun lalu, saat anak sekolah dasar ditanya, siapa pahlawan dari Maluku, langsung meluncur nama-nama seperti Christina Martha Tiahahu, Kapitan Pattimura dan beberapa pahlawan lainnya. Namun, sekarang, situasinya jauh berbeda. Pada tingkat pendidikan yang sama para pelajar (mungkin) lupa siapa pribadi-pribadi hebat yang membesarkan republik ini.

Lewat tulisan Cukup 5 Menit Membaca Kisah 9 Pahlawan Dijamin Bangga Jadi Orang Yogya ini tim gudegnet coba menghadirkan kembali sosok heroes yang wajib diingat. Sedangkan kata “asli Yogya” karena keinginan kami menghadirkan mereka yang berjasa dari wilayah geografis yang terdekat. Harapannya, tentu saja, ada efek positif yang bisa dirasakan dan menjadi inspirasi serta laku diri.

Namun, lagi-lagi itu jadi kemerdekaan pembaca yang tak bisa kami campuri. Akhir kata, selamat menikmati!

Kassian Cephas

Siapa yang belum tahu Kassian Cephas? Kasian deh…lu… Saat ini banyak orang menenteng kamera digital kesana-kemari lalu mengaku diri sebagai fotografer. Sayangnya, lupa siapa pelopor fotografi di Indonesia.

Kassian, seorang pribumi yang diangkat anak pasangan berkebangsaan Belanda, Adrianus Schalk serta Eta Philipina Kreeft dianggap sebagai pahlawan bangsa dan pelopor perkembangan dunia fotografi di Indonesia.

Bapak ibu kandungnya ialah warga pribumi. Namanya Kartodrono dan Minah.  Sumber lainnya menyebutkan ia anak angkat Frederik Bernard Fr. Schalk. Sejak masih anak-anak Kassian menghabiskan waktu di kediaman Christina Petronella. Ia belajar menjadi fotografer professional kepada Isidore van Kinsbergen antara tahun 1863-1875 di wilayah Jawa Tengah.

Untuk urusan seni dan budaya, layaklah Kassian disejajarkan bersama Ismail Marzuki. Pada tahun 1888 ia telah memperkenalkan budaya Jawa lewat foto-fotonya. Saat itu ia bekerja menyusun buku berjudul In den Kedaton te Jogjakarta untuk seorang dokter berkebangsaan Belanda bernama Isaac Groneman. Selain itu karya-karyanya juga ada di buku De Garebeg’s te Ngajogjakarta.

Lewat kamera barunya ia mulai membuat foto-foto yang digunakan sebagai suvenir para elit Belanda yang pergi ke Eropa atau luar negeri. Seperti petinggi bernama JM. Pijanaker Hordjik yang diberi foto Kassian dan dituliskan “Souvenir von Jogjakarta”.  Oleh-oleh karya Kassian jadi produk “berkelas”. Bahkan, hadiah itu diberikan kepada pejabat setingkat residen dan asisten residen.

Sedangkan di kraton, Kassian mulai bekerja saat Sultan Hamengkubuwono VI bertahta. Lewat hubungan “dekat”-nya ia memiliki akses mengabadikan peristiwa-peristiwa internal kraton seperti tari-tarian. Antara tahun 1889 - 1890, Kassian juga membantu pembuatan foto dokumentasi saat Archeologiche Vereeniging di Yogyakarta melakukan penelitian mengenai peninggalan zaman Hindu – Jawa di kompleks Candi Loro Jonggrang di Yogyakarta.

Jasanya yang lain juga terekam saat proses penemuan candi Borobudur. Saat itu pemerintah Belanda mengangarkan dana sebesar 9000 gulden untuk membiayai penelitian tersebut. Kassian mendokumentasikan lewat 300 lembar foto. Per fotonya dibayar 10 gulden. Total jenderal ia mendapat 3000 gulden atau sepertiga uang yang digelontorkan pemerintah. Saat itu jumlahnya termasuk sangat besar.

Nama Kassian melambung karena ia pribumi yang dianggap mampu menguasai teknologi moderen. Salah satu buktinya ia bisa menjadi anggota istimewa Perkumpulan Batavia yang sangat terkenal kala itu. Bahkan, saat tahun 1896 ia juga dinominasikan sebagai anggota Lembaga Lingustik dan Antropologi Kerajaan (KITLV) karena jasanya kepada Archeologiche Vereeniging. Dan benar, pada 15 Juni 1896 ia resmi menjadi anggota KITLV.

Relasi Kassian kepada petinggi-petinggi negara terus berkembang. Ketika Raja Chulalongkorn mengunjungi Yogyakarta tahun 1896, ia menghadiahkan tiga buah kancing permata kepada Kassian. Bahkan, Ratu Wilhemina dari kerajaan Belanda memberikan Oranje-Nassau – sebuah medali emas kepada Kassian tahun 1901.

Tahun 1888 Kassian mengurus persyaratan guna memperoleh status “gelijkgesteld met Europanen” atau setara dengan masyarakat Eropa untuk dirinya sendiri serta Sem dan Fares ; dua anak laki-lakinya. Kassian lahir di Yogyakarta, 15 Februari 1844 dan meninggal di kota yang sama pada 16 November 1912 di usia 68 tahun.

dr. Wahidin Sudirohusodo

Dokter berjiwa mulia ini lahir di Mlati, Sleman, Yogyakarta pada 7 Januari 1852. Sampai sekarang nama dr. Wahidin namanya erat dengan organisasi pemuda Budi Utomo. Meskipun pada kenyataannya ia bukan pendirinya, namun ia juga ikut mendorong berdirinya organisasi yang didirikan para pelajar School tot Opleiding van Inlandsche Artsen di Jakarta itu.

Pria keturunan Bugis-Makassar ini menghabiskan masa sekolah dasarnya di Yogyakarta. Lalu ke Europeesche Lagere School di kota yang sama. Sesudahnya, ia ke Sekolah Dokter Jawa yang lebih dikenal dengan sebutan STOVIA di Jakarta.

Semasa hidupnya, ia dikenal supel. Lewat pergaulannya, ia jadi memahami penderitaan rakyat karena penjajahan Belanda. Baginya, cara membebaskan rakyat ialah lewat pendidikan. Ia berpendapat rakyat harus mendapat kesempatan mengikuti pendidikan di sekolah-sekolah.

Sebagai dokter, yang bisa ia lakukan untuk membantu rakyat adalah dengan memberikan pengobatan gratis. Ia juga mengajak beberapa tokoh masyarakat di kota Jawa menyisihkan uang untuk  beasiswa pemuda yang memiliki kecerdasan namun tidak punya biaya melanjutkan sekolah. Malang, niat baiknya tidak mendapat tanggapan.

Tak berhenti disitu, Sudirohusodo menemui pelajar STOVIA di Jakarta. Ia mengungkapkan gagasannya untuk menyelamatkan bangsa. Ia juga menuturkan perlunya mendirikan organisasi pemuda sebagai gerakan memajukan pendidikan serta menyelamatkan martabat bangsa. Para pelajar tersebut sepakat dan benar-benar sadar nasib bangsa sedang terpuruk.

Lalu, pada 20 Mei 1908 berdirilah organisasi pemuda pertama yang dinamai Budi Utomo. Peristiwa itu setiap tahun lalu diperingati sebagai hari Kebangkitan Nasional. Dr. Wahidin sendiri wafat pada 26 Mei 1917. Jenazahnya disemayamkan di desa Mlati, Sleman, Yogyakarta.

Pemerintah menganugerahi gelar pahlawan nasional kepada Dr. Wahidin berdasarkan SK No. 088 / TK / 1973 tanggal 6 November 1973.

Ir. Soeratin Sosrosoegondo

Bisa jadi nama ini tenggelam ditengah kemelut per-sepak bola-an nasional. Dialah Ir. Soeratin Sosrosoegondo. Pria kelahiran Yogyakarta, 17 Desember 1898 ini adalah pendiri sekaligus ketua umum PSSI Pertama, tahun 1930 – 1940.

Menurut beberapa sumber, Soeratin lahir dari kalangan keluarga terpandang. Bapaknya bernama R. Soesrosoegondo. Ia guru di Kweekschool sekaligus penulis buku berjudul Bausastra Bahasa Jawi. Sedangkan istrinya, R.A. Srie Woelan ialah adik kandung pendiri organisasi pemuda pertama di Indonesia Budi Utomo, yaitu Dr. Soetomo.

Selesai menimba ilmu di Sekolah Teknik Tinggi di Hacklenburg, Jerman pada 1927, Soeratin kembali ke tanah air. Ia lalu bekerja di perusahaan milik Belanda dengan gaji 1000 gulden per bulan. Sambil bekerja, ia merintis organisasi yang mengurus sepak bola Indonesia.

Untuk mencapai cita-citanya, Soeratin bertemu dengan beberapa tokoh sepak bola pribumi dari beberapa kota seperti Solo, Yogyakarta, Magelang, Jakarta serta Bandung. Pertemuan itu dilakukan secara “diam-diam” untuk menghindari penangkapan Intel Belanda (PID).

Lalu, pada 19 April 1930 tokoh-tokoh sepak bola nasional berkumpul di Yogyakarta untuk mendirikan PSSI. Saat itu, PSSI merupakan kependekan dari Persatoean Sepakraga Seloeroeh Indonesia.  Mulailah, sejak tahun 1931 PSSI menggelar kompetisi berkala.

Soeratin pun rela meninggalkan pekerjaannya demi membesarkan PSSI. Ia berpendapat PSSI butuh perhatian total dan konsentrasi besar. Saat itu selain isolasi yang dilakukan NIVB, PSSI perlu merapatkan barisan solidaritas organisasi sepak bola Bumiputera yang kondisi persaingannya “kurang sehat”.

Situasi semakin sulit saat masa pendudukan tentara Jepang. Soeratin yang juga berpangkat Letnan Kolonel di kesatuan Tentara Keamanan Rakyat rumahnya diobrak-abrik tentara Belanda. Setelah Indonesia merdeka Soeratin bekerja di Djawatan Kereta Api (sekarang PT. KAI). Kondisi perekonomian Soeratin memburuk sampai ia meninggal tahun 1959 karena sakit yang cukup lama dan tidak mampu menebus obat. Kediaman terakhirnya berukuran 4 x 6 meter berdinding anyaman bambu di jalan Lombok, Bandung. Tidak ada yang tersisa darinya, selain PSSI; organisasi yang sangat ia cintai.

Sri Rahayu Basuki

“The Jaguar of Asia” ini sudah mengharumkan nama Indonesia di beberapa perhargaan internasional. Perempuan bernama lengkap Sri Rahayu Basuki atau biasa dikenal Yayuk Basuki ini dilahirkan di Yogyakarta.

Tahun 1990-an merupakan masa emas bagi putri pasangan Budi Basuki dan Sutinipun ini. Saat itu ia berada di posisi internasional ke-19 untuk kelas tunggal serta ke-9 untuk kelas ganda. Ia mulai bermain tenis sejak usia 5 tahun dan menjadi anggota klub tenis di Ragunan sampai tahun 1989. Ia sempat berganti-ganti pelatih. Sampai akhirnya ia berada di bawah asuhan “tangan dingin” Mien Gondowidjoyo.

Setelah bergabung dengan PB Pelita tahun 1990, Yayuk pun memulai karir profesionalnya. Setahun berikutnya, ia menjuarai turnamen internasional. Sebelumnya, ia sempat dikeluarkan dari tim Fed Cup Indonesia karena dianggap lancang meminta badan tenis wanita dunia memilih lapangan tempat pertandingan tim Indonesia. 

Selama karir profesionalnya, Yayuk berhasil meraih enam gelar tunggal Tur WTA serta sembilan gelar ganda. Sedangkan prestasi puncaknya ketika turnamen Grand Slam ia mencapai babak perempat final di Wimbledon tahun 1997. Saat itu ia menjadi perempuan Indonesia pertama yang berhasil mencapai tahap Eight Club – lembaga tempat alumni Wimbledon.

Keistimewaan anggota Eight Club adalah menikmati layanan “VIP” di setiap hotel berbintang di seluruh dunia. Apa yang diterima Yayuk sama seperti yang dirasakan petenis perempuan kelas dunia seperti Martina Hingis, Monica Sales, Gabriela Sabatini serta Steffi Graf. Sedangkan petenis lainnya dari Jepang yaitu Kimiko Date.

Setelah sukses menjuarai beberapa kompetisi, Yayuk “istirahat” sejenak saat mengandung putra pertamanya di tahun 1999. Setahun kemudian, ia kembali berlaga di WTA Tour Pattaya Muangthai 2000 berpasangan dengan Caroline Vis. Lagi-lagi, ia pun meraih gelar juara.

Ia benar-benar melempar handuk ke gelanggang tahun 2004.  Bersama Suharyadi, suaminya, ia mendirikan PT Yarynara 19. Perusahaan ini bergerak di bidang periklanan dan event organizer di bidang olah raga. Kata “Yarynara” berasal dari nama putra tunggal mereka. Sedangkan angka “19”  karena ia pernah berada di peringkat 19 dunia.

Selain itu mereka mendirikan sekolah tenis di Bulungan, Jakarta bernama Yayuk Basuki Tennis Academy. Sedangkan di kota Yogyakarta, ia menjalankan bisnis toko olah raga di jalan Munggur 45, Balapan, Gondokusuman. Di KONI, ia menjadi Satgas Pelatnas yang bertugas mendampingi atlet junior yang bertanding di mancanegara.

Yayuk kembali unjuk gigi saat ITF Tour pada Maret 2008. Ia sendiri sudah mengoleksi enam gelar 1TF. Saat berpasangan bersama Tiffany Welford ia menjuarai turnamen di Bangkok pada Juni 2008. Tahun yang sama, di bulan Oktober, ia kembali memenangkan kejuaraan di Augusta, Amerika Serikat bersama petenis Romana Tedjakusuma. Prestasi itu bersama Romana berlanjut saat mereka berhasil juara di Balikpapan, serta Goyang dan Gimhae di Korea Selatan.

Catatan terakhir di tahun 2010, Yayuk kembali berduet bersama Kimiko Date di Australia Terbuka. Saat berpasangan bersama Jessy Rompies ia sukses menembus ke babak perempat final di kompetisi Taipei Open. Setelahnya, ia menjadi pelatih tim tenis di Hong Kong.

Pemerintah sempat memanggil kembali Yayuk untuk melatih tim SEA Games 2011. Ia menolaknya. Alasannya, ini saatnya pemain junior menunjukkan prestasi mereka sebelum berlaga di kompetisi internasional. Ia merasa khawatir, jika atlet senior seperti dirinya terus menerus jadi andalan, bisa-bisa regenerasi mandeg.

KH. Ahmad Dahlan

Putra KH. Abubakar bin K. Sulaiman, khatib di Masjid Keraton Yogyakarta ini lahir dengan nama Muhammad Darwisy pada Agustus 1868. Organisasi yang ia dirikan berkembang pesat dan menjadi salah satu yang terbesar di Indonesia.

Sebagian besar masyarakat mengenalnya sebagai KH. Ahmad Dahlan. Tahun 1912 ia mendirikan organisasi Muhammadiyah. Tujuannya mengembangkan pendidikan serta melaksanakan pembaharuan Islam di Indonesia. Ia mendirikan sekolah-sekolah umum yang juga mengajarkan pendidikan agama Islam.

Sebelum berkarya di Indonesia, KH Ahmad Dahlan pernah bertempat tinggal di Mekah sejak usia 15 tahun. Disana ia bertemu para pemikir Islam seperti M. Abduh, Al Afghani, Rasyid Ridha serta Ibnu Taimiyah.

Lalu, pada 1888 ia pulang ke tanah air dan mengganti namanya menjadi Ahmad Dahlan. Tahun 1903 ia kembali lagi ke Mekah sampai sekitar tahun 1905. Sesudahnya, ia menikahi perempuan bernama Siti Walidah yang dikenal sebagai Nyai Ahmad Dahlan.

Ia meninggal di Yogyakarta pada 23 Februari 1923. Pemerintah Republik Indonesia mengangkatnya sebagai Pahlawan Kebangkitan Nasional melalui SK Presiden RI No. 657 / 1961 pada 27 Desember 1961.

Pangeran Diponegoro

Nama aslinya Raden Mas Ontowiryo. Ia putra sulung Sri Sultan Hamengku Buwono III dari selir bernama R.A. Mangkarwati. Ia lahir di Yogyakarta pada 11 November 1785.

Pemberontakannya terhadap Belanda berawal saat penjajah ikut campur urusan internal kraton Yogyakarta. Lalu, puncaknya saat kompeni memasang patok di tanah miliknya di Tegalrejo. Selain itu, penjajah semakin menindas rakyat dengan pajak yang tinggi serta meremehkan adat istiadat masyarakat lokal.

Sesuai nasehat pamannya, Pangeran Mangkubumi, ia membuat markas di goa Selarong. Ia menyatakan perlawanannya kepada para penjajah Belanda secara terang-terangan. Lalu, pada 28 Maret 1830 dilangsungkan perundingan antara pihak Belanda dengan Pangeran Diponegoro di Mageralang.

Ia dengan tegas menolak tawaran penjajah. Bersama rombongannya, hari itu juga ia diasingkan ke Ungaran. Pembuangan sang pangeran masih terus berlanjut. Pada 3 Mei 1830 ia dibuang ke benteng Amsterdam. Lalu, pada 1834 ia dipindah ke benteng Rotterdam di Makassar sampai meninggal pada 8 Januari 1855.  Pemerintah Republik Indonesia menghargai jasa-jasanya dengan memberikan gelar Pahlawan Nasional yang tertera di SK. No. 087/TK/1973 tanggal 6 November 1973.

R.M Soerjopranoto

Pemerintah kolonial menyebutnya sebagai “Raja Pemogokan” atau dalam bahasa Belanda-nya disebut De Stokings Koning. Kakak dari Ki Hadjar Dewantara ini sejak muda terkenal memiliki kepedulian sosial yang tinggi.

Soerjopranoto lahir di Yogyakarta pada 11 Januari 1871. Ia anak sulung dari Kanjeng Pangeran Haryo Soerjaningrat, putra tertua Sri Paku Alam III. Tahun 1900 ia mendirikan koperasi simpan pinjam bernama Mardi Kaskaya. Setahun berikutnya, ia membuat klub pertemuan Societeit Sutrohardjo untuk tempat membaca surat kabar dan majalah.

Lalu saat organisasi pemuda Boedi Utomo hadir, ia bergabung. Beberapa tahun kemudian ia keluar dan mendirikan Arbeidsleger Adhi Dharma (Barisan Kerja A.D.) pada tahun 1915 di Yogyakarta.

Lewat Barisan Kerja A.D. ia menyelenggarakan ceramah, diskusi tentang pergerakan, melangsungkan kursus-kursus pemberantasan buta huruf serta mengajari kerajinan bagi kaum wanita. Sedangkan saat aktif di Sarekat Islam ia memberi pelatihan pemikiran-pemikiran politik. Saat berjuang bersama Agus Salim, ia memimpin Persatuan Pergerakan Kaum Buruh (PPKB).

Setelah wafat pada 15 Oktober 1959, ia dikebumikan di pemakaman keluarga “Rachmat Jati” di Kota Gede, Yogyakarta. Ia mendapat anugerah Mahaputera tingkat II Republik Indonesia, serta Pahlawan Kemerdekaan Nasional RI lewat keputusan Presiden no. 310.

Kolonel Inf. TNI Anumerta Sugiono

Umurnya masih 29 tahun ketika dibunuh anggota Partai Komunis Indonesia. Ia terlahir sebagai R. Sugiono Mangunwijoyo pada 12 Agustus 1926 di Gunung Kidul, Yogyakarta.

Ia mengawali pendidikannya di sekolah dasar, sekolah menengah serta sekolah guru pertama di Wonosari. Saat masa penjajahan Jepang, ia bergabung menjadi anggota tentara Pembela Tanah Air (PETA).  Ia lalu bertugas sebagai bundacho di Wonosari.

Kekalahan tentara Jepang berdampak juga terhadap keberadaan pasukan PETA. Mereka lalu dilebur menjadi satu kesatuan militer di dalam Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Sugiono pun mengalami nasib sama.  Awalnya, ia bertugas sebagai Komandan Seksi, lalu menjadi Ajudan Komandan Brigade 10 di bawah pimpinan Letnan Kolonel Soeharto ( lalu menjadi presiden ke-2 Republik Indonesia ).

Rekam jejaknya di medan pertempuran cukup panjang. Ia terlibat di dalam pertempuran yang dikenal sebagai Serangan Umum 1 Maret, lalu menumpas pemberontakan anggota KNIL yang dipimpin Andi Aziz di Sulawesi Selatan. Sedangkan jabatan terakhirnya ialah Kepala Staf Komando Resor Militer (Korem) 072 Kodam VII Diponegoro.

Tragedi kematiannya terjadi pada 1 Oktober 1965. Sepulang bertugas di Pekalongan, ia pulang ke markas Korem 072. Ia tidak tahu PKI sudah menguasai markas. Ia pun dibunuh di daerah Kentungan, wilayah di sebelah utara kota Yogyakarta. Naas, jenazahnya baru ditemukan sekitar tiga minggu kemudian di 22 Oktober 1965 lalu dikebumikan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta. Pemerintah menganugerahi gelar Pahlawan Revolusi berdasarkan SK Presiden No. 118/KOTI/1965.

Sultan Hamengku Buwono IX

Kiprahnya sudah diakui secara nasional maupun internasional. Raja kraton Yogyakarta ini bernama Dorojatun. Ia lahir pada 12 April 1912 di Yogyakarta. Sikap nasionalismenya kuat mengakar meskipun sejak kecil ia tinggal di negeri Belanda.

Sejak mudah ayahnya, Sri Sultan Hamengku Buwono VIII menitipkannya ke keluarga Mulder, kepala sekolah Neutrale Hollands Javaanse Jonge School.  Lalu, setelah selesai pendidikan menengah di kota Bandung, Dorojatun meneruskan sekolah ke negeri Belanda.

Saat di negeri Kincir Angin tersebut ia menamatkan pendidikan di Gymnasium. Titik baliknya terjadi saat ayahnya, Sri Sultan Hamengku Buwono VIII memanggilnya untuk pulang ke tanah air pada tahun 1939. Saat itu ia tengah kuliah di Rijks Universiteit di Leiden mengambil jurusan Indologi.

Setelah ayahnya mangkat pada 18 Maret 1940, Dorojatun dilantik sebagai Sultan Yogyakarta bergelar Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Saat itu ia menandatangai kontrak politik dengan pemerintah kolonial Belanda. Meski begitu, ia tidak begitu saja tunduk terhadap aturan-aturan penjajah.

Sedangkan keberpihakannya kepada rakyat sangat jelas. Saat tentara Jepang menduduki wilayah Yogyakarta, ia menolak kerja paksa romusha. Caranya dengan mengerahkan rakyat untuk membangun selokan yang kemudian dikenal sebagai selokan Mataram.

Pada 19 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengirimkan telegraf berisi ucapan selamat kepada pasangan Soekarno – Hatta. Pada 5 September 1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX bersama Paku Alam VII mengeluarkan maklumat yang menyatakan Yogyakarta menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Rasa cintanya terhadap republik ini benar-benar teruji. Saat ibukota negara, Jakarta mengalami “gonjang-ganjing” ia menawarkan Yogyakarta sebagai ibukota sementara. Sedangkan pada 27 Desember 1949, Sri Sultan Hamengku Buwono IX menjadi wakil republik menerima pengakuan kedaulatan dari wakil  Tinggi Mahkota Belanda untuk Indonesia.

Selain pernah menduduki jabatan strategis antara lain Menteri Pertahanan, Sri Sultan Hamengku Buwono IX pernah bertugas sebagai Wakil Perdana Menteri, Ketua Badan Pengawas Keuangan serta Menteri Utama Bidang Ekonomi dan Keuangan. Sedangkan saat masa pemerintahan presiden Soeharto, beliau menjabat sebagai wakil presiden antara tahun 1972 – 1978.

Ia meninggal pada 2 Oktober 1988 di Washington, Amerika Serikat. Pemerintah lalu menganugerahi gelar Pahlawan Nasional yang tercantum di SK No. 053 / TK / 1990.

MERDEKA!

 


1 Komentar

  1. Evita Kamis, 19 November 2015

    5 menit baca, tambah 5 menit... tambah 5 menit lagi -_____-

Kirim Komentar


jogjastreamers

JOGJAFAMILY

JOGJAFAMILY

JogjaFamily 100,9 FM


SWARAGAMA 101.7 FM

SWARAGAMA 101.7 FM

Swaragama 101.7 FM


RETJOBUNTUNG 99.4 FM

RETJOBUNTUNG 99.4 FM

RetjoBuntung 99.4 FM


JIZ 89,5 FM

JIZ 89,5 FM

Jiz 89,5 FM


SOLORADIO 92,9 FM

SOLORADIO 92,9 FM

Soloradio 92,9 FM SOLO


UNIMMA FM 87,60

UNIMMA FM 87,60

Radio Unimma 87,60 FM


Dapatkan Informasi Terpilih Di Sini