Yogyakarta, Indonesia – www.gudeg.net Pasar Kangen Jogja 2016 seakan menjadi magnet bagi warga di provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Selain menghadirkan makanan tradisional yang khas dan unik, ada sisi lain yang juga layak disimak yaitu Kopi Jo.
Pengunjung memaknai nama itu secara berbeda-beda. Ada yang menyebut kopi Jogja atau kopi bejo (beruntung). Menurut pemiliknya, Johanes Joana Jaya, Kopi Jo itu diambil dari namanya. “Kopi Jo itu kopi Johanes,” katanya. Namun, ia sendiri menerima jika usahanya disebut bermacam-macam selama artinya masih positif.
Ia menceritakan usaha Kopi Jo dimulai saat acara Bienalle Jogja X tahun 2015. Sebelum rutin ada di acara Jazz Mben Senin di gedung Bentara Budaya, Kompas, Johanes pernah menjalankan bisnis ini di sekitar jalan Damai, Yogyakarta.
Sedangkan saat di Pasar Kangen Jogja 2016, Johanes menempati gerai di bagian selasar sisi selatan. Setelah pintu masuk pengunjung belok ke kiri (selatan) lalu ke kanan melewati selasar yang berisi pedagang makanan dan penjual barang antik. Gerai Kopi Jo ada di sisi paling barat, menghadap ke timur.
Menariknya, Johanes menawarkan racikan kopi yang berbeda. Ia mencampur kopi dengan beberapa bumbu tradisional lalu memasaknya di dalam dua kuali tanah liat. Menurutnya, proses meraciknya membutuhkan waktu antara satu sampai satu setengah jam.
Ia memilih mengolah kopi menggunakan kuali tanah liat serta arang agar aroma kopinya khas. “Ada bau-bau bakaran dan semua bahannya terserap sempurna,”katanya. Untuk jenis kopinya, Johanes memilih Robusta dari kota Temanggung, Jawa Tengah yang memiliki tingkat keasaman rendah. “Biar aman buat yang sakit maag atau asam lambung.”
Ada dua menu yang ditawarkan yaitu kopi dan teh tarik. “Ada kopi biasa dan kopi susu,” katanya. Harganya Rp. 10 ribu per cangkir. Saat ditanya, apakah untung dengan harga sebesar itu, Johanes tertawa. “Untung itu relatif. Yang jelas lewat jualan kopi saya punya banyak saudara,” kata pria yang sehari-harinya bekerja sebagai desainer tas ini.
“Saya ingin semua orang, baik tukang becak atau siapa saja bisa menikmati kopi enak,” katanya. “Jadi bukan cuma orang kaya saja yang bisa minum kopi enak.”
Semakin menarik, saat Johanes menggunakan cangkir seng berlogo Kopi Jo ketika menyajikan “karyanya.” “Itu yang membuat pak Ong (Ong Hari Wahyu),“ katanya menjelaskan. Ia menceritakan kontribusi seniman di Yogyakarta sangat besar dalam perkembangan usaha Kopi Jo.
Ada berbagai masukan dari para seniman termasuk gethok tular atau berita dari mulut ke mulut yang dilakukan para seniman. “Jadi, tolong jangan disebut kopinya Pak Jo,” katanya. “Ini kopinya semua. Banyak orang baik yang punya kontribusi disini.”
Kirim Komentar