Gudeg.net- Setelah melalui sejumlah penilaian dan kurasi, akhirnya terpilih lima orang seniman muda yang turut ambil bagian dalam pameran Pre event Biennale Jogja XV Equator #5 tahun 2019 dengan tema “Dari Batu, Air, dan Alam Pikir...Untuk Udara dan Kehendak Bebas Manusia” di Gedung PKKH UGM, Senin (5/8).
Lima seniman muda tersebut diantaranya Wisnu Ajitama (karya Umbai-Umbai), Yosep Arizal (karya Tanggalan Mani), Meliantha Muliawan (karya Point of Interest), Kelompok Studio Malya (karya Have You Heard It Lately?), dan Kelompok Seni Pendulum (karya Rest In Fear).
Salah satu seniman yang terpilih Wisnu Ajitama dengan karya Umbai-Umbai dianggap mampu menghadirkan sebuah tafsir dari masalah sebuah perkotaan dengan daerah-daerah kumuhnya. Meggunakan medium karya tripleks menjadikan karyanya kompleks tentang daerah pinggiran kota.
Berbeda dengan Kelompok Studio Malya dengan karya "Have You Heard It Lately?", yang mengangkat tema Peristiwa 65 dinilai mampu jadi metafora yang baik untuk rumor-rumor yang begitu banyak tentang peristiwa 65.
Bahasa ungkap karya ini membuat orang bisa merasakan sisi ketidakjelasan narasi tragedi tersebut. Secara konten dan presentasi karya, ada banyak potensi yang masih bisa dieksplorasi dari karya ini.
Dewan Juri pameran Platform Perupa Muda Biennale Jogja XV - 2019 yang terdiri dari Faruk HT (budayawan), Nasir Tamara (akademisi), Nindityo Adipurnomo (seniman), Eko Prawoto (arsitek), dan Zamzam Fauzanafi (akademisi).
Ke-5 seniman yang lolos akan mendapat proses pendampingan lebih lanjut untuk mempersiapkan partisipasi mereka dalam pameran utama Biennale Jogja XV Equator #5 2019 pada 20 Oktober sampai 30 November 2019.
Pameran utama Biennale Jogja XV Equator #5 2019 akan berjudul Do We Live In the Same PLAYGROUND? dengan fokus mengangkat tema Pinggiran.
Do We Live In the Same PLAYGROUND? merupakan pertanyaan dan ajakan untuk solidaritas dimana pameran ini dimaksudkan sebagai pertanyaan tentang posisi seniman, audiens, dan pihak-pihak lain.
Dengan mengangkat berbagai isu yang dihadapi, kritik, atau sindiran terhadap praktik seni yang menjadikan dunia dan penderitaannya sebatas jadi medan permainan, konsep, dan inspirasi.
Kirim Komentar