Gudeg.net–Merayakan seni pantomim, Dokumime kembali hadir di tahun 2019. Dilaksanakan dua hari di Taman Budaya Yogyakarta (TBY) pada 8-9 Agustus 2019, peserta Dokumime kali ini membludak.
“Workshop memang kami batasi dari umur 12 tahun. Untuk peminat, kami menyediakan slot 70-80, tapi akhirnya jadi 100-an,” ungkap Broto lagi.
Purworejo, Wonosobo, Temanggung, Pati, Jombang, Surabaya, Jakarta, Banjarnegara adalah sebagian kota asal peserta workshop dan lomba tahun ini.
Salah satu keunikan pantomim memang terletak pada kebebasan bahasanya. Seni ini tidak membutuhkan dialog untuk menyampaikan pesan pertunjukannya, melainkan menggunakan gestur dan ekspresi.
Semua orang dari mana pun dapat menikmati tanpa kendala bahasa. Tak hanya kendala bahasa, nampaknya umur dan latar belakang pun tak jadi penghalang.
Terbukti dari jumlah peserta yang mengikuti kegiatan workshop di hari pertama dan rentang umur peserta yang mengikuti pagelaran pantomim saat penutupan.
Peserta panggung sendiri bertabur mime dari usia TK hingga yang tertua 56 tahun mengisi acara panggung Dokumime 2019 yang bertema “Keluargaku Duniaku”.
Merupakan bentuk respon dari keadaan saat ini yang acap kali terlalu terlibat dengan gawai, Dokumime 2019 ingin mengingatkan bahwa teknologi ada untuk memudahkan. Bukan untuk mengambil alih, terutama peran keluarga.
“Kami juga ingin merangkul jangkauan umur yang lebih luas. Tahun lalu tema kami fokus pada dunia anak-anak,” jelas Broto mengenai tema yang dipilih tahun ini.
Lomba pantomime ini juga diikuti peserta dari berbagai kota. Lomba ini berisikan juri sejumlah nama besar di dunia pantomime, Jamaluddin Latief, FZ Tenderiza, dan Maestro Pantomime, Jemek Supardi.
Pememang pertama diraih oleh trio Aria Athink, Amar Eres, dam Ayasha Devierra dari Jakarta. Mereka berhak mendapatkan uang tunai lima juta rupiah dan piagam penghargaan.
Kirim Komentar