Gudeg.net—Titik Nol Kilometer seperti tidak habis cara menghibur masyarakat yang berdatangan menikmati kecantikannya. Hadirnya Nol Kilometer Coffee and Tea membuat pengalaman meresapi kemolekan Titik Nol semakin paripurna.
Bangunan gaya kolonial dengan sentuhan masa kini membuat tempat ini begitu cantik dipandang. Jika cantik dipandang, tentu saja tempat ini instagenic.
Pengunjung museum dapat mengunjungi kedai kopi ini setelah memperkaya pengetahuan dengan koleksi museum karena memang disediakan jalan masuk.
Tidak ke museum pun kita tetap dapat mengunjungi tempat yang berlokasi di Jalan Pangurakan, tepat di selatan gedung Bank BNI ini.
Bagi pesepeda, tempat ini wajib dijadikan tempat ngaso. Tempat ini menyediakan tempat parkir khusus sepeda di dalam, yang akses masuknya memang dari pintu depan. Namun sebaiknya sepeda tetap dijinjing atau setidak-tidaknya dituntun.
Bagi pembawa kendaraan yang lain, parkir Nol Kilometer Coffee and Tea bergabung dengan halaman parkir Museum Sonobudoyo, di utara Alun-alun.
Café cantik ini pertama kali operasional pada 19 Mei 2020. Pada awalnya, akan dibuka antara bulan April-Maret, namun pandemi melanda hingga pembukaan harus ditunda.
“Itu pun (saat buka) kami gak woro-woro atau promosi, karena masih lihat situasi dulu,” ujar Aprilia Ariesta, Marketing Communication Officer Nol Kilometer Coffee and Tea saat berbincang dengan Gudegnet dua pekan lalu.
Setelah menunda beberapa lama, manajemen memutuskan untuk tidak bisa menunda lebih lama lagi, hingga akhirnya memutuskan untuk buka di pertengahan bulan Mei.
Buka awal 12.00-20.00 WIB sekalian untuk tes pasar. “Yang penting orang ngerti dulu, deh, ini (café) sudah buka,” ceritanya.
Di luar dugaan, yang datang cukup ramai dan didominasi oleh pesepeda. Bulan Mei memang awal pesepeda membludak dan menjadi polemik baru di Jogja.
Seminggu sesudah soft opening manajemen café Nol Kilometer memutuskan untuk buka lebih awal, pukul 07.00 WIB untuk memberi kesempatan pesepeda yang bersepeda di pagi hari untuk mampir dan bersantai.
Akhirnya, kini jam operasionalnya menjadi jam 07.00-20.00 WIB setiap hari. “Menunggu imbauan pemerintah, mungkin kalau SK Gubernur sudah keluar (menyatakan aman) jam operasional kami bisa berubah jadi 07.00-23.00 WIB,” katanya perempuan yang akrab dipanggil Lea ini.
Tidak ada yang dirubah dari bentuk asli bangunan kolonial ini. Dekornya pun dibuat sedemikian rupa agar tidak ‘melawan’ nuansa yang ditawarkan oleh bangunan bersejarah ini.
Seperti bangunan kolonial lainnya yang didukung oleh dekorasi bergaya vintage, tempat ini tentu instagramable. Suatu kombinasi yang sempurna untuk penikmat kongko dan swafoto.
Menu yang disajikan, sesuai namanya kebanyakan adalah teh dan kopi. Makanan berat dan ringan pun bisa kita temui di sini. Varian latte seperti Red Velvet, Taro, Matcha, dan Chocolate dapat kita temukan. Minuman berbasis espreso ada Cappucino dan Americano.
Sedangkan untuk teh, kita bisa memilih Black Tea, Lychee, Peach, Chamomile, Earl Grey, dan Hibiscus. Namun yang perlu benar-benar dicoba adalah signature drink-nya; Cendol Susu, Cincau Susu, dan Strawberry Lemonade. Lezat dan segar. Harga dibanderol di Rp18.000-Rp28.000.
Sedangkan untuk menu makanan ada Cireng, Fench Fries, Potato Wedges, Mendoan, dan varian Rice Bowl (Beef Gyudon, Chicken and Salted Egg, Chicken Curry, Chicken Sambal Matah) di kisaran harga Rp23.000-Rp35.000.
Bagi yang ingin berkunjung, sungguh tidak sulit menemukan tempat ini karena kanopi jendela dan pintu berwarna merah dan neon box bulat berwarna merah cukup mencolok di antara gedung BNI dan Sonobudoyo eks KONI.
Waktu terbaik untuk mengunjungi tempat ini di pagi dan sore hari. Walau begitu, di siang hari pun tempat ini nyaman untuk dikunjungi.
Tidak membawa kendaraan bermotor nampaknya paling pas jika berkunjung. Namun, jika harus membawa kendaraan, parkirlah pada lokasi yang sudah semestinya (parkiran museum Sonobudoyo) atau di kantong parkir Malioboro sambil pelesir menyusuri Titik Nol.
Kirim Komentar