Gudeg.net- Dikisahkan tiga tokoh besar tanah Mataram yaitu Pakubuwono III, Pangeran Diponegoro, dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX bersatu padu melawan kekuatan asing.
Pakubuwono III sebagai tokoh yang cukup bersemangat untuk melawan melawan pihak asing yang ingin menguasai wilayah Mataram.
Pangeran Diponegoro sebagai salah satu kerabat Keraton Yogyakarta yang tidak mau tinggal di dalam keraton tapi melakukan perlawanan terhadap Belanda yang menyebabkan Perang Jawa.
Sedangkan Sri Sultan HB IX sebagai salah satu tokoh yang sangat krusial pada saat detik-detik bergabungnya Yogyakarta dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia.
Kisah ketiga tokoh besar tersebut dipentaskan oleh Sanggar seni Ketoprak Tobong Kelana Bakti Budaya dengan judul “3 Tokoh Mataram Penantang Zaman” dalam acara Yogya Semesta edisi ke-134 di Pendapa Wiyatapraja, Kompleks Kepatihan, Selasa (20/10).
“Ketiga tokoh besar ini saya angkat karena merekalah orang-orang yang pernah medobrak atau mendorong hengkangnya Belanda dari tanah Mataram,” ujar Risang Yuwono, Pimpinan Sanggar seni Ketoprak Tobong Kelana Bakti Budaya dalam siaran persnya yang diterima Gudegnet, Rabu (21/10).
Pada pementasan ini digambarkan betapa gigihnya ketiga tokoh tersebut untuk melindungi dan menyelamatkan tanah Mataram dari cengkaraman penjajah Belanda.
Kegigihan tersebut di tunjukan dalam bentuk langkah diplomasi dan langkah peperangan dengan cara yang tersendiri.
Risang mencontohkan Pangeran Diponegoro yang mana pernah menjadi salah satu tokoh pemulai Perang Jawa yang hampir membuat Belanda bangkrut secara ekonomi.
“Perang Jawa pernah terjadi di tanah Mataram pada abad 17-18 dan berlangsung cukup lama sehingga Dutch Bank atau Bank Belanda hampir bangkrut membiayai perang tersebut. Dan akhirnya Belanda hengkang juga dari tanah Mataram,” jelasnya.
Ketoprak yang berlangsung cukup singkat ini dikemas sederhana dalam tiga babak namun tetap menampilkan keseluruhan cerita secara utuh.
Bagi Sanggar Ketoprak Tobong, pagelaran ini merupakan momen yang cukup penting karena masih dapat berpentas walaupun ditengah situasi pandemi Covid-19 dengan menerapkan protokol kesehatan.
“Ini adalah kenekatan yang harus kami respon untuk mencoba melakukan relaksasi atas sejarah kering padat nan tak terdeteksi. Bagai lahan sawah non produktif, kerin pun ditumbuhi ilalang,” tutur Risang.
Acara Yogya Semesta sendiri merupakan sebuah forum yang diadakan setiap 35 hari sekali atau tepatnya pada Selasa Wage dan menjadi sebuah ranah diskusi kebudayaan.
Dalam acara tersebut diisi dengan sejumlah kegiatan di antaranya Dialog Budaya dengan narasumber yaitu Brilliana Arfira Desy, Pemeran Protagonis “Yu Ning” dalam Film Pendek “Tilik” dan Wahyudi Anggara Hadi, Ketua SC “Kongres Kebudayaan Desa” Tahun 2020 yang juga Lurah Panggungharjo, Sewon, Bantul.
Kirim Komentar