Gudeg.net - Para perupa yang tergabung dalam kelompok Daun Gatal menggelar pameran bertajuk “Refleks” pada 5 April hingga 15 Mei 2021. Pameran yang berlangsung di Sangkring Art Space ini memamerkan karya-karya lukis.
Kelompok tersebut beranggotakan 11 orang perupa yang berteman sejak berkuliah di ISI Yogyakarta, dengan rentang angkatan 2005-2009. Terkait tema pameran, Ignasius Dicky Takndare, salah satu perupa menjelaskan, ‘refleks’ diperlukan untuk melihat perubahan zaman.
“Seperti kata Pak Kris (Kris Budiman) ngomong di pembukaan juga, refleks ini bukan hanya masalah fisiologi, tapi manusia ya semestinya punya kemampuan itu, karena zaman terus berubah. Kita mesti refleks untuk melihat perubahan zaman, kalau tidak ya kita akan stagnan di satu titik,” terangnya kepada Gudegnet, Senin (5/4).
Ditemui di kesempatan yang sama, Phaksi Kharisma Dewa, yang juga peserta pameran mengatakan hal senada. Kondisi pandemi, menurutnya, memaksa setiap manusia untuk bertahan.
“Dari situ muncul, sepertinya memang yang paling mendasar dari cara bertahan hidup manusia melalui refleks tadi. Bukan sekedar dari kesadaran, tapi dia juga membutuhkan ketaksadaran,” ujarnya.
Dicky dan Phaksi masing-masing memamerkan dua buah karya. Dicky antara lain memajang lukisan berjudul Connected. Lukisan ini, kata Dicky, berbicara tentang “tabrakan-tabrakan” dalam dunia sosial dan alam pikir manusia.
Ia melanjutkan, hidup berjalan sangat cepat. Ada hal-hal yang menurut kita saat ini adalah hal yang hakiki, untuk anak-anak kita mungkin menjadi suatu lelucon. Hubungan dengan pameran ini, kata Dicky, bahwa ada suatu ‘lompatan yang jauh’.
Ia mencontohkan hal lain, “Ada yang kerja di kebun, paham sekali namanya tanaman apa, kapan dia tumbuh, kapan hewan harus lewat, kapan harus tembak, dan tiba-tiba dia harus dituntut punya email”.
Sementara itu Phaksi antara lain memamerkan karya berjudul “Jadilah Terang”. Melihat kondisi saat ini, menurutnya ada semacam candu, seperti candu digital, candu pertemanan. Di sisi lain, berkumpul juga menimbulkan konflik.
Konflik tersebut, kata dia seharusnya bisa diredam ketika ada kesadaran dari masing-masing orang untuk menjadi terang untuk perkumpulan, maupun lingkungan kita.
Pemilihan nama Daun Gatal sendiri memiliki cerita tersendiri. Phaksi menjelaskan, di Indonesia timur, terdapat banyak ‘daun gatal’, daun yang memiliki khasiat untuk meredakan nyeri dan pegal.
“Walaupun efeknya pasti gatal, tapi setelah gatalnya mereda, seger. Nah mungkin secara spirit daun gatal sama dengan kumpulan kita, yang ketika kita kumpul bareng, setelah selesai kumpul kita merasa lebih fresh untuk melakukan aktivitas kita keseharian,” terang Phaksi.
Kirim Komentar