Gudeg.net- Pantomim adalah gerak imajinasi, khayalan, pelan, namun bercerita dan dibungkus dalam seni. Hal tersebut disampaikan maestro pantomim Yogyakarta, Jemek Supardi pada saat menjadi nara sumber dialog teater di Gedung Societet Taman Budaya Yogyakarta (TBY), Jumat (17/9).
“Itulah perumpamaan pantomim bagi saya dan itu telah ada dalam pikiran saya sejak awal mempelajari pantomim sekitar tahun 1976 yang lalu,” ujar Jemek Supardi.
Bagi Jemek, pantomim bukan hanya sekedar gerakan tapi juga dibutuhkan improvisasi dan khayalan tinggkat tinggi karena dari kedua sisi itulah pantomim dapat mengalir.
“Pantomim tanpa khayalan, tidak dapat menjadi satu suguhan pementasan yang menarik,” tambahnya.
Jemek mulai mempelajari seni pantomim sejak tahun 1976, ketika itu ia melihat salah satu seniornya bernama Wisnu Wardhana yang menampilkan pementasan pantomim pada sebuah festival.
Pementasan pantomim yang pertama kali Jemek lihat berjudul Manusia dan Kursi, dimana ia melihat imajinasi seorang mime (sebutan seniman pantomim) dengan sebuah kursi di dalam rumah.
“Kursi itu saya artikan sebagi objek utamanya, namun dilengkapi dengan khayalan adanya sebuah meja dan minuman. Tapi itu hanya khayalan, dan itulah pantomim bagi saya, gerak imajinasi atau khayalan,” ungkapnya.
Sejak itu, Jemek mulai terus menekuni bidang pantomim. Seluruh imajinasi dan khayalan dicurahkan seutuhnya dalam sebuah gerak olah tubuh yang bercerita.
Pada tahun 1982, Jemek mulai berani menampilkan sebuah pementasan di depan umum dengan judul Jemek Numpang Perahu Nuh di Gedung Senisono Art Galery dengan penata musik Djaduk Ferianto.
Pementasan terus ia lakukan, pada tahun 1986 berjudul Lingkar-lingkar dan tahun 1987 mementaskan Kepyoh dan seterusnya hingga sekarang, bahkan ia pernah menggelar pementasan di pemakaman umum.
Namun pada dekade tahun 1990an, dunia pantomim terutama di Yogyakarta mulai lesu tapi Jemek tidak berdiam diri ia tetap latihan mengasah seni imajinasinya tersebut.
“Tahun itu lesu, sepi pementasan. Tahun 1992, Taman Budaya Yogyakarta membuat dialog pantomim dan menghasilkan oksigen baru dunia pantomim, dari sana lahirlah generasi baru dunia pantomim,” ungkap pria dengan nama asli Supardi itu.
Pantomim di masa sekarang bagi Jemek, sangat berkembang, penuh dengan improvisasi tapi pengenalan dan edukasi tentang pantomim harus terus dimasyarakatkan agar tidak punah.
“Diperlukan pengembangan oleh generasi saat ini, orang-orang seperti Broto Wijayanto dan Andy Eswe inilah yang akan terus mengembangkan pantomim namun dengan carannya sendiri-sendiri,” katanya.
Pada dialog teater ini ditampilkan juga Broto Wijayanto dan Andy ‘Eswe’ Sri Wahyudi dan pementasan teater yang berjudul Kabar Dari Pasar, yang bercerita tentang sejarah Pasar Bringharjo.
Dalam dekat ini, Jemek Supardi akan menggelar sebuah pementasan namun sayangnya ia tidak menyebutkan waktu penyelenggaraan dan judul penampilannya kelak.
Kirim Komentar