Gudeg.net - Dwi Putro dan Nawa Tunggal menggelar pameran bertajuk "Abnormal Baru" pada 12-22 Oktober 2021. Kakak beradik tersebut memamerkan 21 judul karya kolaborasi, yang sebagian besar merupakan karya berseri.
Dwi Putro yang akrab disapa Pak Wi sejak lama mengalami gangguan mental. Dalam kolaborasi ini Pak Wi melukis, sementara Nawa berperan sebagai pemberi gagasan, merangkai cerita, juga membuat judul.
Mengenai tajuk pameran, Nawa menerangkan, pandemi membuat orang akrab dengan istilah normal baru. Ia menyebut, tajuk pameran merupakan 'kecemburuan' tentang normal baru. Abnormal Baru, lanjutnya, membawa pesan tentang perjuangan untuk mencapai kesetaraan orang-orang abnormal sebagai orang yang memiliki kesempatan dan hak yang sama.
Nawa menceritakan, sekitar tahun 2001, ia melihat Pak Wi mencoret-coret tembok tetangga.Ketika itu, Nawa lalu memberikan kakaknya tersbut lima lembar kertas manila dan krayon. Ternyata Pak Wi mau menggambar di atas kertas. Sejak itu, ia terus mengembangkan kemauan kakaknya untuk menggambar.
"Ini bagian dari perjuangan saya untuk membuat kesetaraan, kalau Pak Wi juga punya hak sebetulnya untuk berpameran di Jogja Gallery, bukan hanya seniman-seniman bereputasi, seniman-seniman akademisi," terangnya ketika berbincang dengan Gudegnet, Senin (11/10).
Ia melanjutkan, gangguan mental memiliki bahasa awam gila. "Gila kadang dipahami orang sebagai sebuah aib, sebuah malapetaka. Melalui pameran ini kita mau balik, bahwa kegilaan itu juga sebuah tatanan baru. Kegilaan itu juga sebuah kebaikan sistem yang perlu kita coba, antara lain dengan melukis," katanya lagi.
Sebelumnya, Pak Wi dan Nawa pernah menjalani pameran di Jakarta, Bali, Bandung, dan Jepang. Karya-karya dalam pameran ini dibuat dengan media, teknik, dan ukuran yang bervariasi. Pak Wi, yang lahir pada 10 Oktober 1963, antara lain membuat karya dengan media kanvas, keramik, dan topeng.
Salah satu karya adalah sebuah instalasi yang berjudul "Sirkus di Atas Kapal Kebodohan". Garis-garis dibuat di lantai galeri, sehingga membentuk geladak kapal.
Ia mengatakan, pada zaman dahulu, orang gila di kota-kota di Eropa dikapalkan. "Aku akan membuat kritik tentang aku ada di geladak kapal kebodohan. tetapi bukankah geladak ini juga sama dengan lantai yang kalian pijak. Jangan-jangan kita semua masih berada di era kapal kebodohan itu. Maksudnya, kita masih belum menaruh hormat sepenuhnya kepada orang-orang dengan gangguan mental," paparnya.
Pameran ini dibuka untuk umum, diselenggarakan secara luring di Jogja Gallery, Jalan Pekapalan No. 7 Alun-alun Utara Yogyakarta. Pengunjung dipersilakan melakukan reservasi melalui bit.ly/ReservasiDPNT sebelum berkunjung, dan tetap menerapkan protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah.
Kirim Komentar