Gudeg.net- Sebanyak 51 perupa mengikuti pameran seni rupa Matja #2 bertajuk Potret Kiai di Galeri RJ Katamsi, Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta.
Pameran yang sudah berlangsung sejak tanggal 23-31 Desember 2021 ini merupakan rangkaian dari Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama di Lampung.
Di antara ke-51 perupa tersebut adalah, KH A. Mustofa Bisri, Agus Suwage, Galam Zulkifli, Nasirun, Dipo Andy, Rocka Radipa, Sidik Martowidjojo, I Gusti Nengah Nurata, Jopram, Made Dewa Mustika, Jumaldi Alfi, Krismarlianti, Bayu Wardhana, Budi Ubrux dan lainnya.
Kurator pameran A. Anzieb mengatakan, pameran ini ingin membaca representasi dunia 'keulamaan' yang saat ini banyak bermunculan di Indonesia.
“Fenomena hari ini, banyak ulama yang tanpa bekal pencarian ilmu mendalam lewat Al-Qur’an dan kitab-kitab namun telah mengindentifikasi bahwa dirinya seorang ulama dan vokal bersuara,” ujar A. Anzieb saat ditemui di lokasi pameran, Selasa (28/12).
Lanjutnya, saat ini banyak juga ulama-ulama yang semena-mena menghakimi sesama tanpa rasa takut salah. Justru penuh rasa bangga dengan permainan beragam karakter seperti, aktor film atau pertunjukan drama di sebuah panggung pertunjukan.
Menurutnya, hal ini berbeda dengan ulama besar yang menyebarkan agama dengan dasar budaya lokal bukan kebudayaan yang diidentikan dengan ke-Arab-an.
“Ya ini berbeda jauh dengan kiai zaman dulu yang mengedepankan kreativitas dalam mengajarkan ajaran Islam di Nusantara. Salah satunya adalah menerjemahkan banyak kitab juga hadis ke dalam bahasa lokal, seprti Jawa, Sunda, Banjar, Melayu, Madura, Bugis dan lain-lain. Itulah yang ingin kami angkat,” tuturnya.
Ia menambahkan, pameran yang diselenggarakan setiap lima tahun sekali ini bermaksud untuk mengembalikan lagi ruh dari ulama yang memang berbasis budaya serta kearifan lokal.
“Pameran ini menjadi representasi kehidupan kiai dan santri. Semoga dari karya-karya yang dipamerkan akan didapatkan intisari pemikiran para kiai,” tambahnya.
Pameran ini juga diikuti oleh sejumlah seniman yang berasal dari agama lain seperti, Hindu, Budha, Kristen dan lainnya. "Ini adalah cara kami mengembalikan ruh ulama di Indonesia dan bukan dengan cara yang para 'ulama' saat ini lakukan," pungkasnya.
Kirim Komentar