Gudeg.net - Diresmikan pada 24 Februari lalu, Diorama Arsip Jogja di Dinas Perpustakaan dan Arsip dan Daerah (DPAD) DIY, Jl. Janti, Banguntapan, Bantul, hadir dengan penyajian yang menarik. Paduan seni dan teknologi, membuat arsip yang ditampilkan menjadi 'hidup'.
Drs Burhanudin DR, Arsiparis Madya, Penanggungjawab Layanan di Depo Arsip DPAD DIY, mengatakan, pembuatan diorama ini melibatkan tim teknis yang memilki reputasi internasional.
“Diorama Arsip Jogja ini tidak sekadar proyeknya pemerintah daerah ya, tapi adalah proyek idealisme dari semua yang terlibat, termasuk para seniman, punya idealisme tentang Jogja, merasa sebagai orang Jogja yang perlu membuat suatu monumen yang menunjukkan keunggulan Yogyakarta,” kata Burhan kepada Gudegnet, Rabu (6/4).
Terdiri dari 18 ruangan, diorama ini merangkum sejarah Yogyakarta selama kurang lebih 430 tahun. Alur cerita dimulai dari ketika Panembahan Senopati mendirikan kerajaan Mataram.
Menurut Burhan, diorama dapat dikatakan memiliki dua sisi. Ia menyebut sisi sebelah timur sebagai Jogja Klasik, yakni masa kesultanan, pakualaman, kemudian sampai paa Jogja dalam proses modernisasi yang digabarkan dengan Lokomotif Perubahan.
Sedangkan sebelah barat ia sebut sebagai Jogja modern, yakni mulai dari lahirnya tokoh-tokoh Yogyakarta yang turut memberi kontribusi bagi republik, sektor pendidikan ketika masa kolonial, Jepang, kemudian Jogja sebagai kota pendidikan, budaya, pariwisata, terjadinya bencana alam, dan keistimewaaan Yogyakarta.
Burhan mengatakan diorama ini tidak statis. Teknologi dan kontennya bisa terus dikembangkan, sesuai dengan kondisi yang ada. Contohnya, nantinya diharapkan terdapat teknologi hologram, dan virtaul reality, untuk lebih memiliki daya tarik bagi generasi kekinian.
Begitu juga dari sisi konten. Jika ditemukan kembali arsip-arsip yang lebih lengkap, maka akan ditambahkan sebagai konten. “Kita sangat berharap para pengunjung ini sudilah untuk memberikan kritikan, masukan,” Burhan. Sehingga, lanjutnya, meski tidak selalu dapat diwujudkan, hal ini akan mendorong pihaknya untuk menyusun konsep penyempurnaan.
Sejauh ini, menurutnya, antusiasme pengunjung terbilang tinggi, terutama sebelum bulan puasa. Tak sedikit pengunjung yang kecele, karena kuota terbatas dan banyak pula yang belum tahu, bahwa sebelum sebelum masuk ke diorama, mereka harus melakukan registrasi secara online terlebih dahulu.
Saat ini diorama arsip ini dapat dikunjungi secara gratis. “Selama belum ada Perda-nya kita tetap terbuka untuk publik, untuk melayani kunjungan tapi belum berbayar,” katanya.
Ia mengatakan belum bisa memastikan kapan sistem berbayar akan diterapkan, pun besaran harganya. Dalam menentukan tarif nantinya, menurut Burhan, pihaknya akan mempertimbangkan berbagai hal, termasuk bahwa Yogyakarta merupakan kota pelajar.
“Jangan sampai nanti ada cap, ini lembaga pemerintah kok cari duit. Padahal enggak juga, karena semua tiket ini tidak untuk DPAD tapi nanti masuk ke pendapatan negara bukan pajak,” katanya.
Burhan menyampaikan, diorama ini dibangun dengan tujuan mendorong pembentukan jati diri, sebagai bangsa yang memiliki karakter. Selain itu, diorama juga dibangun dengan tujuan menumbuhkan kesadaran sejarah, dan kesadaran mengenai arti penting arsip.
Di samping itu, keberadaan diorama ini juga diharap meningkatkan kemanfaatan arsip. DPAD, menurt Burhan, memiliki suatu khasanah arsip yang cukup menarik, namun belum banyak yang memanfaatkan.
“Dengan adanya diorama ini tujuan praktis kita adalah bagaimana diorama ini menjadi showroom, menjadi etalase, untuk ketersedian arsip yang bisa diakses oleh masyarakat,” katanya.
Informasi mengenai jadwal kunjungan dan regristrasi dapat dilihat di https://dioramaarsip.jogjaprov.go.id/.
Kirim Komentar